Kemudian aku mulai membuka resleting celana panjangnya, ia tampaknya
menolak, tetapi aku dengan santai menepis tangannya dan memasukkan
tanganku ke dalam celananya. Tanganku masuk kedalam kolornya, lalu
langsung jariku menuju ke tengah “lubang” birahinya. Aku sudah terburu
nafsu, mencucuk-cucukkan jemariku ke dalam lubang itu berkali-kali.
“Akhhh.....akhhh.......ahhhhhh” desahan Mbak Nida mengiringi setiap tusukan jemariku.
Aku ingin membuatnya terang-sang dan mencapai orgasme. Lalu dengan cepat
kutarik celana pan-jang dan kolornya, sehingga terlihatlah pahanya
yang putih dan mulus, aku langsung mencium paha mulus itu bertubi-tubi,
menjilat paha putih Mbak Nida dengan merata. Akupun mengincar kelentit
Mbak Nida yang tersembul ke luar dari bagian atas pepeknya.
Langsung aku kulum kelentit itu di dalam mulutku,
“Elmm.....mmmm.......emmmm” dan lidahku menari-nari di atasnya, terkadang kugigit pelan-pelan berkali-kali,
“Akhh....ooohhhh......aaahhhhh” suara Mbak Nida mendesah kuat tanda terangsang.
Jemari tanganku semakin kuper-cepat menusuk pepek Mbak Nida dan lidahku
makin menggila menari-nari di atas kelentitnya yang berwarna merah
jambu itu.
Perlahan kubimbing Mbak Nida mencapai puncaknya, hingga akhirnya......
“Aaaaaaakkkhhhhhh............” pekikan pelan Mbak Nida mengiringi orgasmenya.
Kulihat jemari tanganku basah, bukan karena liurku tetapi karena cairan
vagina Mbak Nida yang orgasme. Aku mencium vagina itu, tercium bau khas
cairan vagina wanita yang orgasme.
Aku tersenyum, hatiku senang karena bisa membawa Mbak Nida mencapai
orgasmenya. Tetapi aku tidak berhenti sampai di situ saja. Setelah
memelankan tusukan jariku, kini tusukan itu kembali kupercepat,
“Ahhh....ahhhh....yaah.....yaahh” suara Mbak Nida mulai meracau.
Sementara tangan kiriku beroperasi di vagina Mbak Nida, tangan kananku
mulai meremas blus Mbak Nida, dengan cepat tangan kananku merobek blus
itu dan menarik kutangnya hingga menyembullah payudara Mbak Nida yang
indah membukit.
Kemudian aku menghisap kedua puting itu sambil tangan kananku meremas payudara Mbak Nida bergantian,
“Slurrpp....slrrrrpp.....slluuurpp” aku menghisap puting Mbak Nida, sementara desahan Mbak Nida terdengar halus di telingaku,
“Akhh....teruuss.....teruuusss” Sementara tangan kiriku tetap beraksi di vagina Mbak Nida, dan vagina itu semakin becek,
“Crrtt.....crrtt......slrrpp”
Kini mulutku mulai merangkak maju menuju bibir Mbak Nida yang
mendesah-desah, begitu wajah kami bertatapan, kulumat bibir mungil itu
dalam-dalam, Mbak Nida sedikit kaget,
“Ohhh....oomlmmm...elmmmm” Mbak Nida tidak bisa lagi bersuara, karena
bibirnya telah kulumat, lidahnya kini bertemu dengan lidahku yang
menari-nari.
Aku memang berusaha mem-bimbing Mbak Nida agar orgasme untuk kedua
kalinya. Agar di saat orgasmenya itu aku bisa me-masukkan penisku,
mempenetrasi vaginanya. Karena aku sadar penetrasi itu akan sangat sakit
karena ukuran penisku lebih besar dari punya Mas Arif yang biasa
masuk.
Sambil mencium dan merang-sang pepek Mbak Nida, tangan kananku mulai
melepas celana panjangku dan kolorku, lalu melem-parkannya ke lantai.
Tangan kananku mengelus-elus kontolku yang terasa mulai mengeras.
Lama akhirnya Mbak Nida mencapai orgasmenya yang kedua kali,
“Ooorrggghhhhh...........”
Mbak Nida mengerang, tetapi belum selesai erangannya, aku langsung menusukkan penisku pelan-pelan ke dalam vaginanya.
“Aaaaaahhhhh............” suara Mbak Nida terpekik, matanya sayup-sayup menatap syahdu ke arahku, aku tersenyum.
Akupun mengambil posisi duduk dan mengangkangkan kedua paha Mbak Nida
dengan kedua tanganku, lalu kulakukan penetrasi kontolku pelan-pelan
lama kelamaan men-jadi semakin cepat. Bunyi becekpun mulai terdengar,
“Sllrrttt...cccrrttt....ccrrplpp” suara becek itu terus berulang-ulang seiring dengan irama tusukanku.
“Akhhh....yaaahh...terus...” suara desahan Mbak Nida keenakan. Akupun
semakin mempercepat tusukan, kini kedua kakinya ku-sandarkan di
pundakku, pinggul Mbak Nida sedikit kuangkat dan aku terus mendorong
pinggulku ber-ulang-ulang. Sementara dengan sekali sentakan kulepaskan
jilbabnya, tampaklah rambut hitam sebahu milik Mbak Nida yang indah,
sambil menggenjot aku membelai rambut hitam itu.
“Ahhh.....ahhh....aaahhh”
“Ohhh......ohhhh........hhhh”
Suara desahanku dan Mbak Nida terus terdengar bergantian seperti irama musik alam yang indah.
Setelah lama, aku mengubah posisi Mbak Nida, badannya kutarik sehingga
kini dia ada di pangkuanku dan kami duduk berhadap-hadapan, sementara
penisku dan vaginanya masih menyatu.
Tanganku memegang pinggul Mbak Nida, membantunya badannya untuk naik
turun. Kepalaku kini dihadapkan pada dua buah pepaya montok nan segar
yang ber-senggayut dan tergoyang-goyang akibat gerakan kami berdua.
Langsung kubenamkan kepalaku ke dalam kedua payudara itu, menjilatnya
dan menciumnya ber-gantian.
Tak kusangka genjotanku membuahkan hasil, tak lama.....
“Oooohhhhhhh.................” lenguhan panjang Mbak Nida menandai
orgasmenya, kepalanya terdongak menatap langit-langit kamarnya saat
pelepasan itu terjadi.
Aku senang sekali, kemudian kupelankan genjotanku dan akhirya kuhentikan
sesaat. Lama kami saling bertatap-tatapan, aku lalu mencium mesra
bibir Mbak Nida dan Mbak Nida juga menyambut ciumanku, jadilah kami
saling berciuman dengan mesra, oh indahnya.
Tak lama, aku menghentikan ciumanku, aku kaget, Mbak Nida ternyata menangis !
“Kenapa Mbak Nida ? saya me-nyakiti Mbak ya ?!” tanyaku lembut penuh sesal.
Masih terisak, Mbak Nida menjawab,
“Ah.....nggak, kamu justru telah membuat Mbak bahagia”
Kami berdua tersenyum, ke-mudian pelan aku baringkan Mbak Nida. Perlahan aku mengencangkan penetrasiku kembali.
Sambil meremas kedua payu-daranya, aku membolak-balikkan badan Mbak Nida ke kiri dan ke kanan. Kami berdua mendesah bergantian,
“Ahhh.....ahhh....aaahhh”
“Ohhh......ohhhh........hhhh”
Terus....lama, hingga akhirnya aku mulai merasakan urat-uratku menegang
dan cairan penisku seperti berada di ujung, siap untuk meledak.
Aku ingin melakukannya ber-sama dengan Mbak Nida. Untuk itu aku memeluk
Mbak Nida, menciumi bibirnya dan membelai rambutnya pelan. Usahaku
berhasil karena perlahan Mbak Nida kembali terang-sang, bahkan terlalu
cepat.
Dalam pelukanku kubisikkan ke telinga Mbak Nida,
“Tahan......tahan.........Mbak, kita lakukan bersama-sama ya”
“Ohhh...ohhh....ohhhh.....aku su-dah tak tahan lagi” desah Mbak Nida, kulihat matanya terpejam kuat menahan orgasmenya.
“Pelan.....pelan saja Mbak, kita lakukan serentak” kataku membisik sambil kupelankan tusukan penisku.
Akhirnya yang kuinginkan ter-jadi, urat-urat syarafku menegang, penisku
makin mengeras. Lalu sekuat tenaga aku mendorong pinggulku
berulang-ulang dengan cepat.
“Akhhh....ooohhh....ohhh” suara Mbak Nida mendesah. Kepalanya tersentak-sentak karena dorongan penisku.
“Lepaskan.....lepaskan......Mbak, sekarang !” suaraku mengiringi
de-sahan Mbak Nida, Mbak Nida menuruti “saranku”, diapun akhirnya
mele-paskan orgasmenya,
“Aaaakkhhhhh............”
“Ooorggghhhhh.........” suara be-rat menandakan ejakulasiku, meng-iringi
orgasme Mbak Nida. Erat ku-peluk ia ketika pelepasan ejakulasi itu
kulakukan.
Setelah “permainan” itu, dalam keadaan bugil aku tiduran ter-lentang di
samping Mbak Nida yang juga telanjang. Mbak Nida me-melukku dan mencium
pipiku berkali-kali seraya membisikkan sesuatu ke telingaku,
“Terima kasih Bud”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar