Dadamu sangat indah Fan”, sebuah pujian yang membuatnya semakin mabuk,
bahkan tangannya kini memegang tanganku, tidak untuk melarangnya, tapi
ikut menekan dan mengikuti irama remasan di tanganku. Dia benar-benar
semakin menikmatinya. Serdadukupun mulai menegang.
“Aaahh”, Fanny mendesah kembali dan pahanya bergerak-gerak dan tubuhnya
bergetar menandakan vaginanya mulai basah oleh lendir yang keluar
akibat rangsangan yang dialaminya, hal itu membuat vaginanya terasa
geli, merupakan kenikmatan tersendiri. Dia semakin terlena diantara
degup-degup jantung dan keinginannya untuk mencapai puncak kenikmatan.
Diimbanginya kuluman bibir dan remasan lembut di atas buah dadanya.
Saat tanganku mulai membuka kancing baju seragamnya, tangannya mencoba menahannya.
“Jangan nanti dilihat orang”, pintanya, tapi tidak kupedulikan.
Kulanjutkan membuka satu persatu, dadanya yang putih mulus mulai
terlihat, buah dadanya tertutup bra warna coklat.
Seakan dia sudah tidak peduli lagi dengan keadaannya, hanya kenikmatan
yang ingin dicapainya, dia pasrah saat kugendong dan merebahkannya di
atas tempat tidur yang bersprei putih. Di tempat tidur ini aku merasa
lebih nyaman, semakin bisa menikmati cumbuan, dibiarkannya dada yang
putih mulus itu makin terbuka.
“Auuuhh”, bibirku mulai bergeser pelan mengusap dan mencium hangat di
lehernya yang putih mulus. “Aaaahh”, dia makin mendesah dan merasakan
kegelian lain yang lebih nikmat.
Aku semakin senang dengan bau wangi di tubuhnya. “Tubuhmu wangi sekali”,
kembali rayuan itu membuatnya makin besar kepala. Tanganku itu
dibiarkan menelusuri dadanya yang terbuka. Fanny sendiri tidak kuasa
menolak, seakan ada perasaan bangga tubuhnya dilihat dan kunikmati.
Tanganku kini menelusuri perutnya dengan lembut, membuatnya
menggelinjang kegelian. Bibir hangatku beralih menelusuri dadanya.
“Uhh.!”, tanganku menarik bajunya ke atas hingga keluar dari rok
abu-abunya, kemudian jari-jarinya melepas kancing yang tersisa dan
menari lembut di atas perutnya. “Auuuhh” membuatnya menggelinjang
nikmat, perasaannya melambung mengikuti irama jari-jariku, sementara
serdaduku terasa makin tegang.
Dia mulai menarik kepalaku ke atas dan mulai mengimbagi ciuman dan
kuluman, seperti caraku mengulum dan mencium bibirnya. “Ooohh”,
terdengar desah Fanny yang semakin terlena dengan ciuman hangat dan
tarian jari-jariku diatas perutnya, kini dada dan perutnya terlihat
putih, mulus dan halus hanya tertutup bra coklat muda yang lembut.
Aku semakin tegang hingga harus mengatur gejolak birahi dengan mengatur
pernafasanku, aku terus mempermainkan tubuh dan perasaan gadis itu,
kuperlakukan Fanny dengan halus, lembut, dan tidak terburu-buru, hal ini
membuat Fanny makin penasaran dan makin bernafsu, mungkin itu yang
membuat gadis itu pasrah saat tanganku menyusup ke belakang, dan membuka
kancing branya.
Tanganku mulai menyusup di bagian dada yang menonjol di bawah bra gadis itu, terasa kenyal dan padat di tanganku.
“Aaahh.. Uuuhh. ooohh”, Fanny menggelinjang gelinjang geli dan nikmat,
jemari itu menari dan mengusap lembut di atas buah dadanya yang mulai
berkembang lembut dan putih, seraya terus berpagutan. Dia merasa semakin
nikmat, geli dan melambungkan angan-angannya.
Ujung jariku mulai mempermainkan puting susunya yang masih kecil dan
kemerahan itu dengan sangat hati-hati. “Kak.. Aaahh.. uuhh.. ahh”. Fanny
mulai menunjukkan tanda-tanda terangsang hingga berusaha ikut membuka
kancing bajuku, agak susah, tapi dia berhasil. Tangannya menyusup
kebalik baju dan mengelus dadaku, sementara birahinya makin memuncak.
“Ngghh.. “, vaginanya yang basah semakin membuatnya nikmat, pikirku.
Fanny menurut ketika badannya diangkat sedikit, dibiarkannya baju dan
branya kutanggalkan, lalu dilempar ke samping tempat tidur.
Sekarang tubuh bagian atasnya tidak tertutup apapun, dia tampak tertegun
dan risih sejenak, saat mataku menelusuri lekuk tubuhnya. Di sisi lain
dia merasa kagum dengan dua gunung indah yang masih perawan yang
menyembul di atas dadanya, belum pernah terjamah oleh siapapun selain
dirinya sendiri. Sedangkan aku tertegun sejenak melihat pemandangan di
depan mataku, birahiku bergejolak kembali, aku berusaha mengatur
pernafasan, karena tidak ingin melepaskan nafsu binatangku hingga
menyakiti perasaan gadis cantik yang tergolek pasrah di depanku ini.
Aku mulai mengulum buah dada gadis itu perlahan, terasa membusung
lembut, putih dan kenyal. Diperlakukan seperti itu Fanny menggelinjang,
“Ahh.. uuuhh.. aaahh”. Pengalaman pertamanya ini membuat angan-angannya
terbang tinggi. Buah dadanya yang putih, lembut, dan kenyal itu terasa
nikmat kuhisap lembut, tarian lidah diputing susunya yang kecil
kemerahan itu mulai berdiri dan mengeras.
“Aaahh..!”, dia merintih geli dan makin mendekap kepalaku, vaginanya
mungkin kini terasa membanjir. Birahinya semakin memuncak. “Kak.. ahh,
terus Kak.. ahh.. Uhh”, rintihnya makin panjang. Aku terus mempermainkan
buah dada gadis lugu itu dengan bibir dan lidahku, sambil membuka
kancing bajuku sendiri satu persatu, kemudian baju itu kutanggalkan,
terlihat dadaku yang bidang dan atletis.
Kembali ujung bibirnya kukulum, terasa geli dan nikmat. Saat Fanny akan
membalas memagutnya, telapak tangannya kupegang dan kubimbing naik ke
atas kepalanya. Aku mulai mencium dan menghisap lembut, dan menggigit
kecil tangan kanannya, mulai dari pangkal lengan, siku sampai ujung
jarinya diisap-isap. Membuatnya bertambah geli dan nikmat. “Geli.. ahh..
ohh!”
Perasaannya melambung kembali, ketika buah dadanya dikulum, dijilati dan
dihisap lembut. “Uuuhh.!”, dia makin mendekapkan kepalaku, itu akan
membuat vaginanya geli, membuat birahinya semakin memuncak.
“Kak.. ahh, terus kak.. ahh.. ssst.. uhh”, dia merintih rintih dan
menggelinjang, sesekali kakinya menekuk ke atas, hingga roknya
tersingkap.
Sambil terus mempermainkan buah dada gadis itu. aku melirik ke paha
mulus, indah terlihat di antara rok yang tersingkap. Darahku berdesir,
kupindahkan tanganku dan terus menari naik turun antara lutut dan
pangkal paha putih mulus, masih tertutup celana yang membasah, Aku
merasakan birahi Fanny semakin memuncak. Aku terus mempermainkan buah
dada gadis itu.
“Kak.. ahh, terus Kak.. ahh.. uhh”, terdengar gadis itu merintih
panjang. Aku dengan pelan dan pasti mulai membuka kancing, lalu
menurunkan retsleting rok abu-abu itu, seakan Fanny tidak peduli dengan
tindakanku itu. Rangsangan yang membuat birahinya memuncak membuatnya
bertekuk lutut, menyerah.
“Jangan Kak.. aahh”, tapi aku tidak peduli, bahkan kemudian Fanny malah
membantu menurunkan roknya sendiri dengan mengangkat pantatnya. Aku
tertegun sejenak melihat tubuh putih mulus dan indah itu. Kemudian badan
gadis itu kubalikkan sehingga posisinya tengkurap, bibirku merayap ke
leher belakang dan punggung.
“Uuuhh”, ketika membalikkan badan, Fanny melihat sesuatu yang menonjol
di balik celana dalamku. Dia kaget, malu, tapi ingin tahu. “Aaahh”.
Fanny mulai merapatkan kakinya, ada perasaan risih sesaat, kemudian
hilang kalah oleh nafsu birahi yang telah menyelimuti perasaannya.
“Ahh..”, dia diam saja saat aku kembali mencium bibirnya, membimbing
tangannya ke bawah di antara pangkal paha, dia kini memegang dan
merasakan serdadu yang keras bulat dan panjang di balik celanaku,
sejenak Fanny sejenak mengelus-elus benda yang membuat hatinya
penasaran, tapi kemudian dia kaget dan menarik tangannya.
“Aaahh”, Fanny tak kuberikan kesempatan untuk berfikir lain, ketika
mulutku kembali memainkan puting susu mungil yang berdiri tegak dengan
indahnya di atas tonjolan dada. Vaginanya terasa makin membanjir, hal
ini membuat birahinya makin memuncak. “Ahh.. ahh.. teruuus.. ahh.. uhh”,
sambil terus memainkan buah dadanya, tanganku menari naik turun antara
lutut dan pangkal pahanya yang putih mulus yang masih tertutup celana.
Tanpa disadarinya, karena nikmat, tanganku mulai menyusup di bawah
celana dalamnya dan mengusap-usap lembut bawah pusar yang mulai
ditumbuhi rambut, pangkal paha, dan pantatnya yang kenyal terbentuk
dengan indahnya bergantian.
“Teruuuss.. aaahh.. uuuhh”, karena geli dan nikmat Fanny mulai membuka
kakinya, jari-jari Rene yang nakal mulai menyusup dan mengelus vaginanya
dari bagian luar celana, birahinya memuncak sampai kepala.
“Ahh.. terus.. ahh.. ohh”, gadis itu kaget sejenak, kemudian kembali
merintih rintih. Melihat Fanny menggelinjang kenikmatan, tanganku
mencoba mulai menyusup di balik celana melalui pangkal paha dan
mengelus-elus dengan lembut vaginanya yang basah lembut dan hangat.
Fanny makin menggelinjang dan birahinya makin membara. “Ahh.. teruusss
ooh”, Fanny merintih rintih kenikmatan.
Aku tahu gadis itu hampir mencapai puncak birahi, dengan mudah tanganku
mulai beraksi menurunkan celana dalam gadis itu perlahan. Benar saja,
Fanny membiarkannya, sudah tidak peduli lagi bahkan mengangkat pantat
dan kakinya, sehingga celana itu terlepas tanpa halangan.
Tubuh gadis itu kini tergolek bugil di depan mataku, tampak semakin
indah dan merangsang. Pangkal pahanya yang sangat bagus itu dihiasi
bulu-bulu lembut yang mulai tumbuh halus. Vaginanya tampak kemerahan dan
basah dengan puting vagina mungil di tengahnya. Aku terus memainkan
puting susu yang sekarang berdiri tegak sambil terus mengelus bibir
vagina makin membanjir. “Kak.. ahh, terus Kak.. ahh.. uhh”.
Vagina yang basah terasa geli dan gatal, nikmat sampai ujung kepala.
“Kak.. aahh”, Fanny tak tahan lagi dan tangannya menyusup di bawah
celana dalamku dan memegang serdadu yang keras bulat dan panjang itu.
Fanny tidak merasa malu lagi, bahkan mulai mengimbangi gerakanku.
Aku tersenyum penuh kemenangan melihat tindakan gadis itu, secara tidak
langsung gadis itu meminta untuk bertindak lebih jauh lagi. Aku melepas
celana dalamku, melihat serdaduku yang besar dan keras berdiri tegak
dengan gagahnya, mata gadis itu terbelalak kagum.
Sekarang kami tidak memakai penutup sama sekali. Fanny kagum sampai
mulutnya menganga melihat serdadu yang besar dan keras berdiri tegak
dengan gagahnya, baru pertama kali dia melihat benda itu. Vaginanya
pasti sudah sangat geli dan gatal, dia tidak peduli lagi kalau masih
perawan, kemudian telentang dan pelan-pelan membuka leber-lebar pahanya.
Sejenak aku tertegun melihat vagina yang bersih kemerahan dan dihisi
bulu-bulu yang baru tumbuh, lubang vaginanya tampak masih tertutup
selaput perawan dengan lubang kecil di tengahnya.
Fanny hanya tertegun saat aku berada di atasnya dengan serdadu yang
tegak berdiri. Sambil bertumpu pada lutut dan siku, bibirku melumat,
mencium, dan kadang menggigit kecil menjelajahi seluruh tubuhnya.
Kuluman di puting susu yang disertai dengan gesekan-gesekan ujung burung
ke bibir vaginanya kulakukan dengan hati-hati, makin membasah dan
nikmat tersendiri. “Kak.. ahh, terus ssts.. ahh.. uhh”, birahinya
memuncak bisa-bisa sampai kepalanya terasa kesemutan, dipegangnya
serdaduku. “Ahh” terasa hangat dan kencang.
“Kak.. ahh!”, dia tak dapat lagi menahan gejolak biraninya, membimbing
serdaduku ke lubang vaginanya, dia mulai menginginkan serdaduku
menyerang ke lubang dan merojok vaginanya yang terasa sangat geli dan
gatal. “Uuuhh.. aaahh”, tapi aku malah memainkan topi baja serdaduku
sampai menyenggol-nyenggol selaput daranya. “Ooohh Kak masukkan ahh”,
gadis itu sampai merintih rintih dan meminta-minta dengan penuh
kenikmatan.
Dengan hati-hati dan pelan-pelan aku terus mempermainkan gadis itu
dengan serdaduku yang keras, hangat tapi lembut itu menyusuri bibir
vagina.
“Ooohh Kak masukkan aaahh”, di sela rintihan nikmat gadis itu, setelah
kulihat puting susunya mengeras dan gerakannya mulai agak lemas, serdadu
mulai menyerang masuk dan menembus selaput daranya, Sreetts “Aduuhh..
aahh”, tangannya mencengkeram bahuku. Dengan begitu, Fanny hanya merasa
lubang vaginanya seperti digigit nyamuk, tidak begitu sakit, saat
selaput dara itu robek, ditembus serdaduku yang besar dan keras.
Burungku yang terpercik darah perawan bercampur lendir vaginanya terus
masuk perlahan sampai setengahnya, ditarik lagi pelan-pelan dan
hati-hati. “Ahh”, dia merintih kenikmatan.
Aku tidak mau terburu-buru, aku tidak ingin lubang vagina yang masih
agak seret itu menjadi sakit karena belum terbiasa dan belum elastis.
Burung itu masuk lagi setengahnya dan.. Sreeets “Ohh..”, kali ini tidak
ada rasa sakit, Fanny hanya merasakan geli saat dirasakan burung itu
keluar masuk merojok vaginanya. Fanny menggelinjang dan mengimbangi
gerakan dan mendekap pinggangnya.
“Kak.. ahh, terus Kak.. ohh.. uhh”, serdaduku terus menghunjam semakin
dalam. Ditarik lagi, “Aaahh”, masuk lagi. “Ahh, terus… ahh.. uhh”,
lubang vagina itu makin lama makin mengembang, hingga burung itu bisa
masuk sampai mencapai pangkalnya beberapa kali. Fanny merasakan nikmat
birahinya memuncak di kepala, perasaannya melayang di awan-awan,
badannya mulai bergeter getar dan mengejang, dan tak tertahankan lagi.
“Aaahh, ooohh, aaahh” vaginanya berdenyut-denyut melepas nikmat. Dia
telah mencapai puncak orgasme, kemudian terlihat lega yang menyelimuti
dirinya.
Melihat Fanny sudah mencapai orgasme, aku kini melepas seluruh rasa
birahi yang tertahan sejak tadi dan makin cepat merojok keluar masuk
lubang vagina Fanny, “Kak.. ahh.. ssst.. ahh.. uhh”, Fanny merintih dan
merasakan nikmat birahinya memuncak kembali. Badannya kembali bergetar
dan mengejang, begitu juga denganku.
“Ahh.. oohh.. ohh.. aaaahh!”, kami merintih rintih panjang menuju puncak
kenikmatan. Dan mereka mencapai orgasme hampir bersamaan, terasa
serdadu menyemburkan air mani hangat ke dalam vagina gadis itu yang
masih berdenyut nikmat.
Aku mengeluarkan serdadu yang terpercik darah perawan itu pelan-pelan,
berbaring di sebelah Fanny dan memeluknya supaya Fanny merasa aman, dia
tampak merasa sangat puas dengan pelajaran tahap awal yang kuberikan.
“Bagaimana kalau Fanny hamil Kak”, katanya sambil sudut matanya mengeluarkan air mata.
Sesaat kemudian aku dengan sabar menjelaskan bahwa Fanny tidak mungkin
hamil, karena tidak dalam masa siklus subur, berkat pengalamanku
menganalisa kekentalan lendir yang keluar dari vagina dan siklus
menstruasinya.
Fanny semakin merasa lega, aman, merasa disayang. Kejadian tadi bisa
berlangsung karena merupakan keinginan dan kerelaannya juga. Diapun bisa
tersenyum puas dan menitikkan air mata bahagia, kemudian tertidur
pulas dipelukanku yang telah menjadikannya seorang perempuan.
Bangun tidur, Fanny membersihkan badan di kamar mandi. Selesai mandi dia
kembali ke kamar, dilepasnya handuk yang melilit tubuhnya, begitu
indah dan menggairahkan sampai-sampai aku tak berkedip memandangnya.
Diambilnya pakaian yang berserakan dan dikenakannya kembali satu
persatu. Kemudian dia pamit pulang dan mencium pipiku yang masih
berbaring di tempat tidur.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar