jilat dan sesekali menggigitku. Kemudian
kembali mencium telingaku. Tangannya juga tidak tinggal diam. Menjambak
rambutku dan memegang kuat wajahku. Hebat, aku salut dengan lily.
Wanita yang satu ini bisa memaksimalkan potensinya. Ciumannya di bibirku
juga tidak monoton. Ada saja variasi gerakannya. Caranya menekan
bibirku, caranya menghisap dan menjilat juga bervariasi. Nikmat sekali.
Perlahan aku merasakan pantat Lily bergerak. Dengan tenang Lily
menggesek penisku dari luar. Saat itu kami masih sama-sama berpakaian.
Wow.., ini adalah pengalaman pertamaku. Kurasakan penisku menggeliat
bangkit. Semakin lama semakin tegang dan keras. Gesekan Lily membuat
penisku berdenyut-denyut nikmat.
"Enak, kan.. Boy?" bisik Lily. Ya kuakui enak sekali.
"Enak.. Tapi apa vaginamu bisa merasakan? Kamu kan masih memakai
celana?" tanyaku ingin tahu. Aku tidak yakin Lily merasakan hal yang
sama dengan yang kurasakan.
"Bisa Boy, tapi aku harus menggesek dan menekan agak keras.." jawabnya.
Aku mencoba mengikuti alur permainannya. Sebetulnya aku sudah ingin
menelanjanginya. Gesek menggesek begini memang nikmat, tapi tetap saja
jauh lebih nikmat bercinta langsung. Aku mulai bergerak mengambil posisi
duduk. Tanganku bergerak menarik kausnya. Benar, Lily tidak memakai
bra. Payudaranya langsung kusambut dengan mulutku. Aku benamkan mukaku
ke belahan payudaranya. Menghisap putingnya dan tanganku mulai meremas
payudaranya.
Lily juga menarik kausku. Perlahan Lily mulai membalas mencium dadaku.
Menjilat putingku dan tangannya menarik lepas celanaku. Penisku
menyembul dengan gagah. Direngkuh oleh tangan halus Lily. Penisku mulai
diremas dan dikocok oleh tangan Lily. Tangannya juga memijat naik turun
dari kepala ke pangkal penisku. Oh.., nikmatnya, aku sudah lama
menantikan saat-saat nikmat seperti ini.
Aku bergerak menuju selangkangan Lily. Kulepas celananya. Benar
dugaanku, dia sudah tidak memakai celana dalam. Kurasakan vaginanya
sudah basah. Vagina Lily bersih dari bulu. Rupanya ia mencukur habis
bulu kemaluannya. Kami pun mengambil posisi 69. Aku membuka kaki Lily
lebar-lebar dan mulai menjilati vaginanya. Pelan.. Aku menikmati
vaginanya. Tanganku juga dengan terampil merangsang vaginanya. Mencari
klitoris dan g-spotnya.
Penisku sendiri kumasukkan ke mulut Lily. Sambil naik turun, penisku
bercinta dengan mulut Lily. Cukup sulit ternyata posisi 69. Tidak
semudah yang sering kulihat di film-film biru. Baru beberapa menit aku
sudah lelah berada di atas tubuh Lily. Kami berganti posisi. Tetap 69
hanya saja posisiku di bawah. Dengan posisi ini Lily lebih aktif
menggarap penisku. Oralnya hebat. Tangannya mampu bekerja sama dengan
mulutnya hingga membuat penisku keenakan. Kami benar-benar melakukannya
tanpa suara. Bagaimana bisa bersuara sementara mulut kami sedang sibuk
mengoral satu sama lain? Hanya desahan nafas kami yang memburu.
Pikiran tenang adalah kunci bercinta. Setelah berhasil menguasai
pikiranku, aku jadi rileks. Oral dari Lily kunikmati dengan santai.
Hasilnya, aku tidak merasakan gerakan orgasme dari penisku. Aku jadi
tahan lama. Lily sendiri tampaknya tidak kuat menahan gempuran oralku.
Vaginanya semakin basah dan akhirnya dia mengalami orgasme. Cairan
orgasmenya cukup banyak. Tubuh Lily mengejang beberapa saat menikmati
orgasmenya. Mulutnya melepas penisku.
"Aahh.. Hebat Boy. Oralmu dahsyat! Enak sekali!" puji Lily.
Pengalaman memang membuatku semakin hari semakin hebat. Aku terus
merangsang Lily. Kali ini kami kembali ke posisi normal. Aku memeluknya
dari atas. Tubuhku menindih tubuh Lily. Tanganku tetap merangsang
vaginanya. Sementara mulut kami kembali bercumbu. Di sela-sela cumbuan,
aku mengajaknya bicara.
"Kok cepat, tadi udah nyampe?" tanyaku. Aku memang heran dengan Lily
yang mudah orgasme dengan oral saja. Tidak selama Ria, Ita atau Tante
Yeni.
"Iya.. Aku memang mudah orgasme. Jadi, buat aku multi orgasme, Boy.." jawab Lily.
Wah, beruntung sekali pria yang bisa bercinta dengan Lily. Tidak perlu
susah payah membuat Lily orgasme. Aku kembali mencium Lily. Kali ini
seluruh tubuhnya aku cium dan jilati. Mulai dari seluruh wajah, telinga,
leher, payudara, perut, punggung, pantat, tangan dan kakinya! Semua aku
jilat dan cium dengan lembut. Cukup makan waktu lama dan menguras
energiku. Tapi hasilnya, Lily mulai menggeliat menandakan birahinya
mulai naik kembali. Aku harus sabar dan dengan tekun merangsangnya.
Titik lemah Lily adalah di vagina dan perutnya. Jadi aku memfokuskan
merangsang tubuhnya di dua titik itu. Pelan, refleks kaki Lily mulai
terbuka lebar. Vaginanya sangat merah. Tanpa bulu kemaluan membuatnya
tampak segar. Aku sengaja menatapnya agak lama seakan meneliti pusat
kenikmatan dunia itu.
"Aduh.. Malu.. Jangan dilihatin gitu dong.." rajuk Lily. Tapi itu cuma
basa-basi. Kulihat Lily sangat menikmati vaginanya kuamat-amati.
"Indah sekali, Lily. Seksi sekali.." komentarku.
Ya, aku dengan bebas bisa mengamati vaginanya. Merah menggoda menantang.
Terhidang sejelas-jelasnya di depanku. Vagina Lily tiba-tiba seakan
hidup dan berkata, "Tunggu apa lagi? Ayo masuk!" Aku menahan nafas.
Penisku juga sudah berontak ingin menerjang masuk.
Perlahan, penisku menembus vaginanya. Mulai kugerakkan tubuhku bercinta
dengan Lily. Setiap gesekan penisku di vagina Lily kunikmati. Lily
dengan terampil mengimbangi gerakanku. Tubuh kami bergerak selaras.
Menyatu. Kami bercinta! Setiap kali penisku menggesek vaginanya, Lily
mendesah. Lama-kelamaan suara Lily semakin keras. Aku juga tidak segan
mengeluarkan desahanku.
"Arg.. Arg.. Ya, terus.. Enak.. Kamu luar biasa.."
"Oh.. Terus.. Ya.. Ouch.. Oh.."
Berbagai macam kata yang tidak terkontrol keluar dari mulut kami. Kami
terus saling memacu birahi. Memburu kenikmatan tiada tara. Penisku
terasa panas. Denyutannya semakin menjadi-jadi. Jika ambang orgasme
tiba, aku berhenti sejenak. Kami berganti posisi. Kemudian bercinta
lagi. Ganti posisi lagi. Bercinta lagi.. Enak sekali. Kami sama-sama
tahan lama.
Kini aku memangku Lily. Agak sakit terasa di penisku ketika Lily
menurunkan tubuhnya hingga membuat penisku menembus vaginanya. Desahan
Lily semakin keras. Kami berlomba mencapai finish.
"Kamu siap, Boy? Aku punya jurus rahasia.." tanya Lily.
"Jurus apa..?" aku penasaran.
Tiba-tiba kurasakan vagina Lily menjepit penisku. Agh.. Enak sekali.
Vaginanya seperti membesar dan mengecil, menjepit dan melepas penisku.
Aku seperti dibawanya terbang semakin tinggi. Melayang semakin tinggi.
Kenikmatan yang kurasakan semakin memuncak. Setiap detil tubuhku penuh
dengan keringat kenikmatan. Begitu pula dengan Lily. Tubuhnya bergetar
dan bergoyang menikmati percintaan kami.
Tak lama kemudian aku mulai merasakan gelombang orgasmeku datang. Aku
kembali menahan diri. Kucabut penisku dan kami berganti posisi menjadi
doggy style. Kembali aku memasukkan penisku. Lily menungging
membelakangiku. Pantatnya penuh dan seksi. Aku menghunjamkan dan
mengocok penisku dengan cepat dan kuat.
"Keluarin di mana nih?" tanyaku memastikan dimana aku harus orgasme.
"Di dalam saja. Aku udah minum obat kok.."
"Arg.. Argh.." Hanya desahan nafas kami yang semakin memburu. Kami sudah
bercinta cukup lama. Lily tangguh juga. Dia tampak sangat menikmati ini
semua. Wajahnya memerah dilanda birahi.
"Ayo lebih kuat dan cepat, Boy.. Aku sudah hampir sampai.." ajak Lily.
Yah ini mungkin sudah saatnya. Aku memacu lebih cepat. Desahan nafas dan
lenguhan kami makin cepat. Aku terus memompa penisku. Maju mundur,
putar, maju mundur.. Terus sampai akhirnya kurasakan orgasmeku makin
dekat. Lily juga semakin dekat.
"Iya.. Terus.. Terus.." teriak Lily.
Aku berusaha mati-matian menahan agar tidak orgasme duluan. Otot-ototku
berjuang memperlama ereksiku. Agh.. Nampaknya aku mulai tidak tahan.
Sudah terlambat untuk menghentikan ini semua. Sebentar lagi aku akan
orgasme.. Srr.. Crot.. Sr.., aku orgasme sampai tubuhku
terkejang-kejang. Ada hentakan-hentakn di tubuhku saat aku orgasme. Tapi
aku masih tetap menghunjamkan penisku. Aku ingin mengantar Lily
mencapai orgasme keduanya.
"Ah.. Arh.. Argghh.. Ya.. Ya.."
Akhirnya tubuh Lily bergetar sangat kuat. Tangannya mencengkeram sprei
dengan kuat dan menariknya! Matanya terpejam dan mulutnya terbuka lebar
mengeluarkan jeritan panjang.. Lily orgasme! Aku nyaris gagal membuatnya
orgasme yang kedua kalinya. Untung sekali aku bisa bertahan cukup lama.
Aku berjanji akan lebih baik lagi lain kali.
"Wah.. Maaf Lily.. Kamu kuat sekali. Aku nyaris tidak bisa membawamu
orgasme yang kedua.." aku minta maaf dengan tulus sambil memeluknya.
"Wah.., aku yang makasih sekali ama lo, Boy. Kamu kuat lho.. Kita bisa
orgasme sama-sama.. Aku senang sekali.." jawabnya melegakan hatiku.
Aku kembali menciumnya. Ini adalah after orgasm service-ku. Aku
membelai-belai tubuhnya dan meremasnya dengan ringan. Memijat tengkuk
dan punggungnya. Kami kemudian bercakap-cakap. Dengan jujur Lily
mengakui bahwa dia sangat membutuhkan sex. Baginya memang sex adalah
faktor utama. Dia mengakui tidak bisa hidup tanpa sex. Kemudian
sampailah aku pada pertanyaanku..
"Kalau disuruh memilih pria yang sex hebat tapi dengan pribadi buruk
atau pria dengan pribadi luar biasa tapi sex buruk, kamu pilih mana?"
Lily terdiam. Bingung.
"Gimana ya.. Mestinya aku mau pilih yang sex-nya hebat aja deh. Tapi kok
ya tidak yakin. Itu pilihannya mengikat tidak? Maksudku.. Sampai
pernikahan ya?"
"Iya.. Keputusan yang mengikatmu sampai tua. Sampai mati." jawabku.
"Aduh.. Pusing. Yang mana ya? Sex hebat tapi kalau tiap hari di sakitin,
ditinggal selingkuh, tidak diberi nafkah, anak-anak ditelantarkan..
juga percuma. Tapi biar semua baik, kalau tanpa sex ya nggak enak..
Gimana ya. Eh, tapi dia tidak impoten kan?"
"Kalau tidak impoten gimana, kalau impoten gimana?"
"Kalau tidak impoten, nggak apa-apa. Aku pilih yang pribadinya baik deh.
Sex buruk bisa aku ajarin. Asal jangan impoten permanen." Lily mulai
menemukan jawabannya.
"Kalau impoten?" desakku. Ini adalah pertanyaan yang paling sulit dipilih.
"Wah.. Benar-benar bingung aku. Kalo gitu aku pilih yang sex-nya hebat
aja deh. Mungkin pelan-pelan pribadinya bisa tambah baik.." jawab Lily
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar