Tiba-tiba lelaki itu menyentak tangan
Maudy hingga gadis itu tertelungkup di pangkuannya. Lelaki yang duduk di
belakang kemudian pindah ke sebelah kanannya. Maudy meronta dan
menjerit saat tangannya ditelikung ke belakang, lalu diikat dengan tali
rafia. "Wah, ini pantat yang hebat...kontol gue bisa gepeng kalau
kegencet lobangnya," kata lelaki di sebelah kanannya sambil
meremas-remas gundukan daging pantat Maudy. "Kontol gue ngaceng nih,
ketindihan toketnya si Zaenab," kata lelaki satunya.
"Jangannn...jangannn..kali an mau apa....mau uang...saya kasih...
berapa...." Maudy terengah-engah, panik ketika merasa roknya ditarik ke
atas. Tapi kedua lelaki itu tak menjawab. Lelaki yang memangkunya malah
menyusupkan tangannya ke punggung Maudy, melepas pengait BH tanpa tali
pundaknya. "Awwwhhh..." Maudy memekik, saat BH itu tiba-tiba dibetot
hingga terlepas.
Pada saat yang sama, ia merasakan dinginnya AC
menyentuh kulit pahanya. "Aunghhhh...." ia mengerang, saat pangkal
pahanya diremas telapak tangan kasar di belakangnya. Maudy
meronta-ronta, kedua kakinya menendang-nendang, saat remasan makin keras
dan menyakiti kelaminnya. "Aaaaakkkhhhhhh....mmmmfff...m mmfff,"
jeritnya tiba-tiba terbungkam ketika lelaki yang memangkunya menekan
kepalanya sehingga terbenam di pangkal paha lelaki itu. Maudy bisa
merasakan sesuatu yang menggembung, keras di balik ristleting celana
lelaki itu.
Maudy hampir kehabisan nafas ketika rambutnya
dijambak sehingga ia terpaksa mendongak. Tubuhnya menggigil ketika
sebilah belati tajam ditempelkan ke leher jenjangnya. "Heh cewek
bandel...elu nggak bisa ngelawan tahu. Mending lu nurut aja, kita nggak
bakal bunuh elu tahu. Tapi kalo elu masih bandel juga, gue bisa potong
pentil lu. Lu tahu kan, laki-laki seneng ngisep pentil? Lu ngerti,
hahhh!!??" bentak lelaki itu. "I...i...iya..." Maudy menjawab lemah, air
mata menitik di sudut matanya yang indah. Tapi tak urung ia merintih
dan menggeliat ketika merasakan ujung belati menelusuri bagian dalam
pahanya yang mulus, terus naik, lalu menelusuri tepian celana dalam
putihnya.
"Udah Brur, cepet copot tuh celana, gue udah nggak
tahan pengen lihat memek cewek ngetop ini," kata lelaki satunya, kedua
tangannya terus asyik menekan-nekan bagian samping payudara Maudy.
"Sabar....semua dapet bagian...he...he..." kata si pemegang belati.
Maudy menahan napasnya ketika merasa ujung belati menekan tepat di
'pintu' kemaluannya. Rasa takut dan terhina sungguh menyiksanya. "Buka
lebar-lebar kaki lu neng..." Maudy gemetar, ia diam saja. "Ayo cepet
buka!" lanjut lelaki itu, kini menekan belatinya agak jauh, sehingga
terlihat celana dalamnya menyelusup ke celah bibir kelaminnya.
"Jangannn...jangan..." rintih Maudy. "Cepettt!!!" lelaki itu membentak
dengan suara menggelegar. Belati ditekannya lebih jauh, sehingga celana
dalam Maudy mulai koyak sedikit. Maudy terisak, menggigil merasakan
logam yang yang dingin menyentuh bibir kemaluannya. Perlahan ia
merenggangkan kedua kakinya. Maudy agak lega ketika belati itu ditarik.
Tapi ia kembali cemas begitu belati itu kembali menyusup ke balik celana
dalam katun di bagian pinggangnya. TESSS... Maudy memekik ketika merasa
belati itu memutus bagian samping kanan celdamnya.
Tubuhnya
makin berkeringat saat belati menyusup ke sisi sebaliknya. Dan...sisi
yang satu itu pun putus juga. Maudy terisak ketika merasa kain celdam
yang menutup pantatnya ditarik turun. Dinginnya AC mobil kini menyapu
pantatnya yang bundar, putih mulus dan padat. "Ha...ha....ha....ini baru
namanya pantat!" seru lelaki yang memangkunya sambil meremas-remas
bongkahan daging pantatnya. Isak Maudy makin keras terdengar. Baru kali
ini ada lelaki melihat dan memegang pantatnya. Bahkan, Gilang bekas
pacarnya pun tak pernah melakukan itu. Perlahan Maudy merasakan
celdamnya ditarik hingga lepas. Kini dinginnya AC pun dirasakannya
menyentuh bagian depan pinggulnya yang terbuka. "Aiiihhh...." Maudy
kembali memekik begitu merasakan bagian bawah tubuhnya yang terbuka
dibekap telapak tangan yang besar dan kasar. "Hebat, akhirnya gue bisa
megang memek Maudy Koesnaedi!!!" seru lelaki di belakangnya sambil terus
meremas-remas hingga Maudy merintih-rintih.
Lelaki itu kini
mulai menjambak rambut kemaluan Maudy yang cukup lebat. "Wah, lu keramas
jembut lu pake sunsilk juga ya...hitam berkilau nih...he he..." lanjut
lelaki itu, kali ini sambil menarik puluhan helai rambut kemaluan Maudy
ke bawah, hingga terlihat kulit kelaminnya ikut tertarik. "Ayo bilang
dong...ini namanya apa," kata lelaki itu sambil menjambak hampir seluruh
rambut kemaluan Maudy. Maudy hanya merintih. "Ayo bilang!!" bentaknya.
"Ram...ram...rambut..." katanya. "Kalau rambut sih ini...," sahut lelaki
itu, sambil menjambak rambut di kepalanya. "Bilang...jembut gitu..."
lelaki itu menjambak rambut kemaluannya lebih jauh. "Jem... jem...
jem.... BUUUUUUUUUTTTTTT..... awwwwhhh.... saakkkkkiiiit!!!" Maudy
menjerit histeris. Sebab, begitu dia bilang 'but', lelaki itu membetot
rambut kemaluannya sekuat tenaga. Puluhan helai rambut kemaluan Maudy
kini berada di genggamannya. Di depan wajah Maudy, dimasukkannya puluhan
lembar rambut hitam berkilau itu ke dalam sebuah amplop. "Bisa untuk
nyantet elu, kapan-kapan perlu," katanya. Kedua mata Maudy tampak basah
oleh air mata.
Maudy agak lega ketika tubuhnya ditarik hingga ia
kini duduk. Rok panjangnya masih tergulung sampai ke pinggangnya, hingga
dari pinggang ke bawah terbuka bebas. Sisa rambut kemaluannya tampak
menyembul dari sela-sela pangkal pahanya. Tapi kelegaannya hanya sejenak
saja. Kedua lelaki di kanan dan kirinya, kini mulai tertarik pada
dadanya. Payudara Maudy tak seberapa besar, tetapi tampak kencang dan
bundar. Lelaki di sebelah kirinya mulai membelai-belai lembut payudara
kirinya. "Jangan...tolong...jangan...sa ya bisa beri kalian apapun, tapi
tolong...jangan perkosa saya..." Maudy coba berbicara lagi, sementara
lelaki di kirinya mulai meremas-remas payudaranya. Seluruh gumpalan
daging yang kenyal itu masuk dalam genggamannya. "Diperkosa aja takut.
Kalau mau, elu kan bisa nikmatin juga," kata lelaki di kanannya.
Maudy
melirik dengan panik, sebab lelaki itu menyentuh payudara kanannya
dengan bagian tajam belatinya. "I...i...iya...sa..saya...taku
t...aduh...pelan- pelan.... sakit... aduh..." Maudy merintih, lelaki di
kirinya mencengkeram payudaranya yang tak seberapa besar hingga ke
pangkalnya. Tangan kasar itu seolah hendak merenggut bukit kecil itu
dari tempatnya melekat. Maudy menarik napas sejenak, ketika cengkeraman
di dadanya dilepas. Tapi kini rasa geli yang aneh melandanya ketika
lelaki itu menggerakkan ujung jari telunjuknya di sekeliling putingnya
yang tertutup bajunya. Hal serupa dilakukan lelaki satunya dengan ujung
belati di puting sebelahnya. Perlahan, tanpa bisa dikendalikannya, kedua
putingnya mulai mengeras dan Maudy mengerang lemah. "Kenapa sih takut
diperkosa? Lu kan udah nggak perawan. Udah berapa kali kontolnya Gilang
masuk memek lu? Udah berapa kali juga kontol para produser maen-maen ke
situ supaya mereka bantu lu jadi ngetop?" lanjut lelaki yang memegang
belati, sambil terus menggerakkan ujung belatinya, memutari puting susu
kanan Maudy. "Nggak...nggak...bohong itu...saya belum
pernah...ti...tidur sama lelaki..."
Maudy menjawab dengan panik.
Kedua lelaki itu kini memilin- milin kedua puting susunya, perlahan.
"Jadi lu masih perawan?" "I...iya," "Bohong!" "Awwwhhh...be...betul...."
Maudy memekik, kedua putingnya dijepit keras. "Buktinya apa?"
"Eh...bukti?" "Iya!!! BUKTI!!!" bentak lelaki itu. "Ah...eh...AWWWWW!!!"
Maudy menjerit lagi, kedua putingnya kembali dijepit dan dipelintir
dengan keras. "Buktinya cuma di situ neng..." kata lelaki di kiri Maudy
berlagak menengahi, sambil menunjuk selangkangan gadis itu. "Oke,
sekarang kita buktikan. Gue mau lihat lu masih punya selaput perawan
nggak. Angkat kaki lu, ngangkang!" lanjut lelaki satunya sambil mulai
menarik paha kanan Maudy ke atas. "Ah...eh, jangan...jangan dilihat..."
kata Maudy mengiba. "Gimana kita percaya kalau lu nggak mau buktiin.
Gue
kasih tahu ya...kalau lu ternyata masih perawan, mungkin bisa gue
pertimbangkan untuk nggak jadi memperkosa lu!" Maudy terisak. Ia tak
punya pilihan lain. Dipikirnya, mungkin ia akan dilepaskan kalau mereka
tahu ia masih perawan. Perlahan diangkatnya kedua kakinya. Kedua telapak
kakinya kini bertumpu di jok mobil yang didudukinya. Posisinya yang
demikian membuat bagian tubuhnya yang paling pribadi, terbuka bebas.
Maudy menggigit bibirnya, tak pernah dibayangkannya akan melakukan hal
tersebut di hadapan lelaki yang sama sekali asing baginya. Lelaki di
sebelah kanan Maudy kini berjongkok di hadapannya. Wajahnya hanya
sekitar 15 cm dari Maudy's private area. Maudy memejamkan kedua matanya
yang sayu. Ia bisa merasakan panasnya hembusan napas lelaki itu.
"Hmmm...memek yang hebat," gumam lelaki itu.
Temannya di atas,
hanya tertawa sambil terus meremas-remas kedua payudara gadis itu. Tubuh
Maudy bergetar hebat ketika jemari lelaki itu menyentuh tepi celah
kemaluannya, menyusurinya dari atas ke bawah. Dengan hati-hati lelaki
itu menjepit dua sisi labia minora Maudy yang tampak menyembul sedikit
akibat kakinya yang mengangkang lebar. Masing-masing sisi dijepit dengan
ibu jari dan telunjuk. Perlahan daging tipis itu ditariknya ke arah
berlawanan. Maudy diam, tapi tubuhnya terus bergetar, keringatnya
bercucuran. "Hebat...gue seneng memek yang kaya gini," kata lelaki itu
begitu melihat bagian dalam vagina Maudy. "Bener kata orang, bibir atas
nggak beda jauh sama yang di bawah. Dalemnya memek Maudy merah jambu
Brur, seger kayak bibir atasnya," lanjutnya, memberitahu temannya.
Maudy
merasa betul-betul terhina mendengar hal itu, tapi ia tak kuasa
apa-apa. "Udah cepet, liat masih perawan apa kagak," sahut temannya yang
tak bosan-bosan meremas payudara Maudy dari luar bajunya. Lelaki di
bawah, kini menyusupkan satu ibu jarinya ke lubang vagina yang tampak
sempit, lalu ibu jari satunya menyusul di sisi berlawanan. Dua
telunjuknya pun menyusul. Maudy mengerang-erang.
Perlahan,
digerakkannya ke empat jari itu ke arah berlawanan, sehingga liang
vagina Maudy mulai membuka lebar, membentuk gua kecil.
"Pelan-pelan...sakit..." rintih Maudy. "Nah, itu dia...." desis lelaki
itu ketika melihat sebentuk selaput tipis di bagian dalam gua kecil itu.
"Lu bener masih perawan," jelasnya. "Sudah-sudah...lepaskan saya..."
pinta Maudy. "Sebentar...nanggung..." sahut lelaki itu. Maudy kaget
bukan main ketika merasakan wajah lelaki itu makin mendekat dan...
"Aungghhhh...." Maudy merintih, meronta hebat, tapi kedua kakinya
dipegangi erat dua lelaki. Lelaki itu ternyata menyentuh selaput dara
Maudy dengan lidahnya, lalu dengan kasar lidah itu menyapu ke segenap
penjuru bagian dalam vaginanya. Tak kurang 10 menit itu berlangsung,
sampai Maudy merasakan jemari yang menguakkan liang vaginanya melepaskan
tarikannya.
Kini, yang dirasakannya adalah dinding vaginanya
yang menjepit lidah lelaki itu. Perlahan, dirasakannya lidah itu ditarik
keluar. Sambil menjulurkan lidah seperti anjing, lelaki itu mendongak.
Maudy melihat lidah lelaki itu berlendir. "Memek yang lezat...." ujar
lelaki itu. "Sudah...tolong lepaskan saya..." iba Maudy lagi. "Sebentar,
gue mau kasih tahu lu sesuatu. Habis ini, lu pasti minta diperkosa!"
kata lelaki itu, lalu merapatkan lagi wajahnya ke selangkangan Maudy.
Maudy menggeliat, mengerang, meronta...tapi sia- sia. Lidah lelaki itu
dengan buasnya menyapu sekujur permukaan vaginanya. Rambut kemaluannya
yang tak lagi selebat semula, tampak basah, melekat ke kulit yang
kemerahan, bekas cabutan yang brutal tadi. Lidah lelaki itu lalu
menjilati celah vaginanya, kanan dan kiri berganti-ganti. Lalu...
slurrrppp.... slurrppp... "Aunggghhhhh..." Maudy mengerang, lelaki itu
menghisap labia minoranya, kanan dan kiri berganti-ganti. Isak Maudy
makin keras terdengar.
15 menit telah berlalu, tetapi lelaki itu
seperti kelaparan, tak juga henti melahap vaginanya. Sementara di atas,
lelaki satunya merogoh ke balik blus Maudy, mengeluarkan payudara
kirinya. Puting susunya yang mungil, kecoklatan dengan areola hanya
berdiameter sekitar 2 cm, tegak menantang. Lidah lelaki satunya pun
mulai menyentil-nyentil area sensitif itu. Bersamaan dengan itu, Maudy
merasa bibir kemaluannya dikuakkan lalu didorong ke atas. Lelaki yang di
bawah, memandang tak berkedip, tonjolan kecil berwarna pink di pangkal
vaginanya. Dielus-elusnya tonjolan kecil itu dengan telunjuknya
perlahan. Akibatnya sungguh hebat. Maudy mengerang keras. Maudy merasa
luar biasa terhina. Dalam keadaan demikian, ia bisa menikmati
rangsangan. Beda jauh dari yang pernah dirasakannya ketika sekali jemari
Gilang pernah 'tersesat' ke balik celdamnya.
Meski menolak
penghinaan itu, tubuh Maudy tak bisa berbohong. Cairan vaginanya mulai
menetes, membasahi seputar liangnya. Lelaki yang di bawah, dengan tak
sabar, menghisap setiap tetes cairan itu. Sementara lelaki yang di atas,
ternyata sudah asyik dengan payudara kanan Maudy, menyentil-nyentil
putingnya dengan lidahnya. Maudy terhina luar biasa, ia merasakan
sesuatu yang akan meledak dalam dirinya ketika lidah lelaki itu akhirnya
menyapu tonjolan sebesar kacang tanah di pangkal vaginanya. Apalagi,
lelaki di atas memegangi sebelah payudaranya dengan kedua telapak
tangannya, lalu menyedot-nyedot putingnya sekuat tenaga sambil lidahnya
menyentil- nyentil puting di dalam mulutnya itu. Erangan Maudy makin
hebat saat akhirnya lelaki di bawah menghisap klitorisnya kuat-kuat dan
terus menerus.
Punggungnya meregang ke depan, hingga payudaranya
membenamkan wajah lelaki yang masih asyik dengan putingnya.
"Aaannggghhhhhhhhh.... ngghhhh.... nghhh.. oowwhhhh...." tubuh Maudy
tiba-tiba lemas, tetapi sesekali terlonjak-lonjak di luar kendali
dirinya. Maudy orgasme!!! Lelaki yang tadi asyik dengan putingnya
memandangi Maudy yang masih terlonjak-lonjak pelan. Sementara lelaki
satunya terus menghabiskan cairan vagina Maudy yang menetes seiring
orgasmenya. Tubuh Maudy masih lemas, matanya terpejam. Tiba-tiba ia
membelalakkan matanya, karena merasakan sesuatu yang hangat menyentuh
mulut liang vaginanya. "Jangan....jangan....janga n perkosa saya..!!!"
pekiknya sambil meronta, ketika melihat kepala penis lelaki di depannya
mulai menguakkan bibir vaginanya. "Alaaah...sok tahu lu. Ngaku aja tadi
lu keenakan. Lagian memek lu sekarang udah siap...nggak bakal sakit
deh..." kata si pemilik penis. Maudy tetap meronta hingga penis lelaki
itu kini menjauh dari vaginanya. Wajah Maudy merah padam begitu sadar ia
tadi mengalami orgasme.
"Tapi...tapi...saya masih
perawan...jangan perkosa saya...saya akan beri apapun..." pintanya
mengiba. "Oke...gue nggak akan perkosa lu sekarang. Betul lu mau lakukan
apapun asal memek lu nggak kemasukan kontol?" tegas lelaki itu dengan
bahasa yang membuat telinga Maudy memerah. Lelaki itu menunggu jawaban
Maudy sambil meremas kedua payudaranya yang tadi belum sempat
dilihatnya. "I...i...iya...." "Bagus, kalo gitu, lu sekarang harus
tanggungjawab," "Tanggungjawab?" "Iya...kontol gue udah ngaceng...lu
harus lemesin pake mulut lu..." "Iiihhh...nggak mau...jangan..."
"Tinggal pilih, mulut apa memek!!!" bentak lelaki itu, kali ini sambil
menggerakkan pinggangnya hingga penisnya kembali menyentuh vagina Maudy.
Maudy memekik. "Aihhhh...ii...iya..." akhirnya ia menyerah. Kedua
lelaki itu kemudian duduk di jok lalu memaksa Maudy jongkok di hadapan
mereka. Maudy dengan pandang mata jijik dan takut memandangi penis
lelaki yag tadi mengunyah vaginanya.
Maudy belum pernah melihat
penis sebesar itu, tampak begitu kokoh dengan urat-urat di sekelilingnya
dan kepala penis yang keunguan saking banyaknya darah terjebak di situ.
Bahkan, penis Gilang pun belum pernah dilihatnya, kecuali memegangnya
di balik celananya saat mereka terlibat petting berat. "Ayo cepet,
jilatin dulu..." kata lelaki itu sambil menjepit kedua puting Maudy dan
menarik ke arahnya. "Aduhh...sakit...iya...iya ..." kata Maudy. Wajah
Maudy memerah saat lidahnya mulai menyentuh kepala penis lelaki itu.
"Jilatin muter kepala kontol gue!" Maudy pun menuruti perintah itu,
menjilati sekujur permukaan kepala penis di depannya. Ketika menyentuh
celah di kepala penis itu, ia merasakan cairan yang asin di lidahnya.
"Jilat semua dari atas ke bawah, balik lagi, terus gitu..." Maudy
menahan jijiknya, menjilat sekujur batang penis itu. "Bijinya juga!"
Maudy makin mual. Kedua kantung zakar lelaki itu penuh rambut.
Aromanya
membuatnya hampir muntah. Tapi Maudy terus melakukannya, karena
khawatir lelaki itu marah dan memperkosanya. Diabaikannya lelaki satunya
yang tak bosan-bosan meremas-remas payudaranya yang tadinya putih mulus
hingga memerah. "Bagus...eghhhh...lu pinter juga. Ini yang terakhir,
isep punya gue," Maudy terdiam sejenak, tapi akhirnya perlahan ia
membuka bibirnya yang indah itu. Sungguh pemandangan yang menggairahkan,
gadis secantik Maudy membiarkan penis yang tampak mengerikan masuk ke
mulutnya. Maudy hampir tak bisa memasukkan penis yang besar itu ke
mulutnya. Sampai akhirnya ketika masuk juga, pipinya tampak menonjol
tertekan kepala penis lelaki itu. "Ayo maju mundur...ahhhh...yang
dalem...ouhhh....sedot yang kuat....yak...bagus...ohhh.... " Tiba-tiba
lelaki itu memegangi bagian belakang kepala Maudy dengan kedua
tangannya. Dengan kasar, ia kini menggerakkan sendiri kepala Maudy
hingga penisnya masuk makin jauh ke dalam kerongkongan Maudy.
"MMffff...mmmfff...nggghhh.... " Maudy nyaris kehabisan napas. Kepala
penis itu berkali-kali menyentuh dinding kerongkongannya.
Tiba-tiba
Maudy merasakan penis di mulutnya itu berdenyut-denyut, lalu pemiliknya
mengerang keras sambil menarik kepala Maudy hingga wajah Maudy
tenggelam di kerimbunan rambut kemaluannya. Maudy seperti kehilangan
kesadarannya ketika merasakan cairan kental dan hangat tersembur ke
dalam kerongkongannya, memenuhi rongga mulutnya. Maudy hampir tak bisa
bernapas, tak ada jalan lain, ia harus menelan cairan itu. Rasa dan
aromanya yang aneh membuat Maudy hampir muntah. Tapi ia terus
menelannya, hingga beberapa kali semburan kecil yang makin lama melemah
dan berhenti seiring lemasnya penis lelaki itu di dalam mulutnya. "Terus
isep, sekalian bersihin kontol gue!" kata lelaki itu dengan napas
terengah-engah. Maudy dengan sisa-sisa tenaganya, menuruti perintah itu.
Lalu lelaki itu pun menarik penisnya yang lemas keluar. Maudy
dihempaskannya begitu saja ke lantai mobil. Napasnya terengah- engah
membuat kedua payudaranya bergerak naik turun.
Dari sisi bibirnya
yang seksi menetes cairan putih kental. Kedua matanya menitikkan air
mata. Kedua lelaki itu dan sopir di depan hanya terbahak mendengar isak
Maudy. "Gila, ternyata si Zaenab jago nyepong juga. Mani gue disedot
abis," kata lelaki di depannya. Maudy betul-betul merasa terhina. Maudy
baru mulai bisa bernapas lega ketika lelaki satunya menggerakkan jari
telunjuknya, memberi kode agar ia mendekat. Maudy panik melihat lelaki
itu memegagi penisnya yang sudah menegang, nyaris sebesar milik
kawannya. "Gue juga ngaceng nih...lu kudu tanggungjawab!" katanya.
Lagi-lagi Maudy terpaksa mendekat ketika kedua putingnya dijepit dan
ditarik. Lalu adegan memalukan tadi pun berulang. Tapi kali ini tak
pakai pemanasan dengan aksi jilat. Lelaki itu langsung memaksa Maudy
menelan penisnya dan memegangi kepalanya, lalu menggerakkannya maju
mundur.
Tak sampai lima menit kemudian, kembali cairan kental
yang berbau khas menyembur, memenuhi rongga mulutnya. Lagi, Maudy
kembali harus menelannya. Kini ia terduduk di lantai mobil, terisak
dengan sekeliling bibirnya tampak cairan sperma. "Nggak usah
nangis...kata dokter Boyke, orang kagak bakal hamil kalo nelen
mani...he...he..." kata lelaki terakhir. "Sudah...sekarang tolong
lepaskan saya...." pinta Maudy lagi. "Sebentar, masih ada yang harus lu
kerjakan supaya nggak gue perkosa," sahut lelaki di depannya. Maudy
terdiam, putus asa... *** Maudy tak tahu lagi kemana mobil ini berjalan.
Apalagi, dari posisi duduknya, ia tak bisa melihat leluasa keluar. Ia
hanya bisa melihat tiang listrik atau pepohonan. Yang jelas, ia bisa
mendengar, suasana jalan tampaknya makin sepi.
Sampai akhirnya,
mobil itu berhenti, lalu terdengar suara seperti pintu gerbang dibuka.
Mobil kemudian kembali berjalan, lalu berhenti di dalam sebuah garasi
yang luas. Maudy kembali mendengar, kali ini suara rolling door ditarik
turun. Dua lelaki itu lalu keluar sambil menyeret Maudy turun. "Tolong,
ikatan saya dilepas..." kata Maudy dengan suara pelan. Seorang lelaki
kemudian berusaha melepaskan ikatan tangan Maudy. "Eh...eh...entar dulu.
Lu enak, gue belon dapat bagian. Nih, kontol gue juga ngaceng, butuh
saluran!" "Alaah...entar juga bisa. Dia udah ditunggu bos nih," sahut
temannya. "Sebentar aja, gue janji, lima menit aja!" "Ya udah, cepet..."
Maudy ketakutan. "Jangan...sudah..sudah cukup...jangan..." rintihnya
saat si sopir memaksanya berlutut. Penis lelaki itu menyentuh hidungnya
yang mancung. "Nggak usah bawel ah...cepetan...lima menit aja...buka
mulut lu...nah gitu...ahhh....bagus..." kata si sopir, lalu satu
tangannya menarik kepala Maudy hingga bergerak maju mundur.
Betul
saja, sekitar lima menit kemudian, semburan sperma kembali memenuhi
rongga mulut Maudy. Cuma kali ini, lelaki itu langsung menarik keluar
penisya, sehingga semburan kedua, ketiga dan keempat mendarat di sekujur
wajah cantik Maudy. Lelaki itu tertawa-tawa sambil membersihkan
penisnya dengan rambut sunsilk Maudy. "Makasih ya..." katanya sambil
meremas kedua payudara Maudy, lalu tangannya menyempatkan meremas
pangkal paha gadis itu. Sementara Maudy terisak. Bibirnya betul-betul
belepotan sperma kini, begitu pula kening, pipi dan di sudut matanya.
"Gila lu...bikin kotor aja..." kata lelaki yang pertama memaksa Maudy
melakukan oral seks, sambil melepas ikatan tangan Maudy.
Begitu
terlepas, Maudy membenahi bajunya, kembali menutup kedua payudaranya.
Maudy kemudian menerima cabikan celdamnya dari lelaki di depannya.
Dibersihkannya wajahnya yang belepotan sperma dengan cabikan celdamnya
sendiri. "Ayo, bos udah nunggu..." kata lelaki berjaket kulit sambil
melangkah ke sebuah pintu di salah satu sudut garasi. Maudy tegang
menunggu apa yang akan terjadi di balik pintu itu. ***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar