Pertamanya aku hanya menempelkan bibirku ke
bibir tante Ani. Tante Ani diam sebentar, tak lama kemudian bibirnya mulai
melumat-lumat bibirku perlahan-lahan. Aku mulai merasakan bibirku mulai basah
oleh air liur tante Ani. Bau wine merah sempat tercium di hidungku.
Aku pun tidak mau kalah, aku berusaha menandinginya dengan membalas lumatan
bibir tante Ani. Maklum ini baru pertama, jadi aku terkesan seperti anak kecil
yang sedang melumat-lumat ice cream. Selang beberapa saat, aku kaget dengan
tingkah baru tante Ani. Tante Ani dengan serentak menjulurkan lidahnya masuk ke
dalam mulutku. Anehnya aku tidak merasa jijik sama sekali, malah senang
dibuatnya. Aku temukan lidahku dengan lidah tante Ani, dan kini lidah kami
kemudian saling berperang di dalam mulutku dan terkadang pula di dalam mulut
tante Ani.
Kami saling berciuman bibir dan lidah kurang lebih 5 menit lamanya. Nafasku
sudah tak karuan, dah kupingku panas dibuatnya. Tante Ani seakan-akan menikmati
betul ciuman ini. Nafas tante Ani pun masih teratur, tidak ada tanda sedikitpun
kalau dia tersangsang.
“Sudah cukup dulu. Ayo kita sambung lagi pokernya” ajak tante Ani.
Aku pun mulai mengocok kartunya, dan pikiranku masih terbayang saat kita
berciuman. Aku ingin sekali lagi mencium bibir lembutnya. Kali ini aku menang,
dan terang saja aku meminta jatah sekali lagi berciuman dengannya. Tante Ani
menurut saja dengan permintaanku ini, dan kami pun saling berciuman lagi. Tapi
kali ini hanya sekitar 2 atau 3 menit saja.
“Udah ah, jangan ciuman terus dong. Ntar Bernas bosan ama tante.” candanya.
“Masih belon bosan tante. Ternyata asyik juga yah ciuman.” jawabku.
“Kalo ciuman terus kurang asyik, kalo mau sih …” seru tante Ani kemudian terputus.
Kalimat tante Ani ini masih menggantung bagiku, seakan-akan dia ingin
mengatakan sesuatu yang menurutku sangat penting. Aku terbayang-bayang untuk
bermain ‘gila’ dengan tante Ani malam itu.
Aku semakin berani dan menjadi sedikit tidak tau diri. Aku punya perasaan kalo
tante Ani sengaja untuk mengalah dalam bermain poker malam itu. Terang aja aku
menang lagi kali ini. Aku sudah terburu oleh napsuku sendiri, dan aku sangat
memanfaatkan situasi yang sedang berlangsung.
“Bernas menang lagi tuh. Jangan minta ciuman lagi yah. Yang lain dong …” sambut
tante Ani sambil menggoda.
“Hmm … apa yah.” pikirku sejenak.
“Gini aja, Bernas pengen emut-emut susu tante Ani.” jawabku tidak tau malu.
Ternyata wajah tante Ani tidak tampak kaget atau marah, malah balik tersenyum
kepadaku sambil berkata “Sudah tante tebak apa yang ada di dalam pikiran kamu,
Bernas.”.
“Boleh kan tante?!” tanyaku penasaran. Tante Ani hanya mengangguk pertanda
setuju.
Kemudian aku dekatkan wajahku ke payudara sebelah kanan tante Ani. Bau parfum
harum yang menempel di tubuhnya tercium jelas di hidungku. Tanpa ragu-ragu aku
mulai mengulum puting susu tante Ani dengan lembut. Kedua telapak tanganku
berpijak mantap di atas karpet ruang tamu tante Ani, memberikan fondasi kuat
agar wajahku tetap bebas menelusuri payudara tante Ani. AKu kulum bergantian
puting kanan dan puting kiri-nya. Kuluman yang tante Ani dapatkan dariku
memberikan sensasi terhadap tubuh tante Ani. Dia tampak menikmati setiap
hisapan-hisapan dan jilatan-jilatan di puting susu-nya. Nafas tante Ani
perlahan-lahan semakin memburu, dan terdengar desahan dari mulutnya. Kini aku
bisa memastikan bahwa tante Ani saat ini sedang terangsang atau istilah
modern-nya ‘horny’.
“Bernasss … kamu nakal banget sih! … haahhh … Tante kamu apain?” bisik tante
Ani dengan nada terputus-putus. Aku tidak mengubris kata-kata tante Ani, tapi
malah semakin bersemangat memainkan kedua puting susunya. Tante Ani tidak
memberikan perlawanan sedikitpun, malah seolah-olah seperti memberikan lampu
hijau kepadaku untuk melakukan hal-hal yang tidak senonoh terhadap dirinya.
Aku mencoba mendorong tubuh tante Ani perlahan-lahan agar dia terbaring di atas
karpet. Ternyata tante Ani tidak menahan/menolak, bahkan tante Ani hanya pasrah
saja. Setelah tubuhnya terbaring di atas karpet, aku menghentikan serangan
gerilyaku terhadap payudara tante Ani. Aku perlahan-lahan menciumi leher tante
Ani, dan oh my, wangi betul leher tante Ani. Tante Ani memejamkan kedua
matanya, dan tidak berhenti-hentinya mendesah. Aku jilat lembut kedua
telinganya, memberikan sensasi dan getaran yang berbeda terhadap tubuhnya. Aku
tidak mengerti mengapa malam itu aku seakan-akan tau apa yang harus aku
lakukan, padahal ini baru pertama kali seumur hidupku menghadapi suasana
seperti ini.
Kemudian aku melandaskan kembali bibirku di atas bibir tante Ani, dan kami
kembali berciuman mesra sambil berperang lidah di dalam mulutku dan terkadang
di dalam mulut tante Ani. Tanganku tidak tinggal diam. Telapak tangan kiriku
menjadi bantal untuk kepala belakang tante Ani, sedangkan tangan kananku
meremas-remas payudara kiri tante Ani.
Tubuh tante Ani seperti cacing kepanasan. Nafasnya terengah-engah, dan dia
tidak berkonsentrasi lagi berciuman denganku. Tanpa diberi komando, tante Ani
tiba-tiba melepas celana dalamnya sendiri. Mungkin saking ‘horny’-nya, otak
tante Ani memberikan instinct bawah sadar kepadanya untuk segera melepas celana
dalamnya.
Aku ingin sekali melihat kemaluan tante Ani saat itu, namun tante Ani tiba-tiba
menarik tangan kananku untuk mendarat di kemaluannya.
“Alamak …”, pikirku kaget. Ternyata kemaluan/memek tante Ani mulus sekali.
Ternyata semua bulu jembut tante Ani dicukur abis olehnya. Dia menuntun jari
tengahku untuk memainkan daging mungil yang menonjol di memeknya. Para pembaca
pasti tau nama daging mungil ini yang aku maksudkan itu. Secara umum daging
mungil itu dinamakan biji etil atau biji etel atau itil saja. Aku putar-putar
itil tante Ani berotasi searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam. Kini
memek tante Ani mulai basah dan licin.
“Bernasss … kamu yah … aaahhhh … kok berani ama tante?” tanya tante Ani
terengah-engah.
“Kan tante yang suruh tangan Bernas ke sini?” jawabku.
“Masa sihhh … tante lupa … aahhh Bernasss … Bernasss … kamu kok nakal?” tanya
tante Ani lagi.
“Nakal tapi tante bakal suka kan?” candaku gemas dengan tingkah tante Ani.
“Iyaaa … nakalin tante pleasee …” suara tante Ani mulai serak-serak basah.
Aku tetap memainkan itil tante Ani, dan ini membuatnya semakin menggeliat
hebat. Tak lama kemudian tante Ani menjerit kencang seakaan-akan terjadi gempa
bumi saja. Tubuhnya mengejang dan kuku-kuku jarinya sempat mencakar bahuku.
Untung saja tante Ani bukan tipe wanita yang suka merawat kuku panjang, jadi
cakaran tante Ani tidak sakit buatku.
“Bernasss … tante datangggg uhhh oohhh …” erang tante Ani. Aku yang masih hijau
waktu itu kurang mengerti apa arti kata ‘datang’ waktu itu. Yang pasti setelah
mengatakan kalimat itu, tubuh tante Ani lemas dan nafasnya terengah-engah.
Dengan tanpa di beri aba-aba, aku lepas celana dalamku yang masih saja
menempel. Aku sudah lupa sejak kapan batang penisku tegak. Aku siap menikmati
tubuh tante Ani, tapi sedikit ragu, karena takut akan ditolak oleh tante Ani.
Keragu-raguanku ini terbaca oleh tante Ani. Dengan lembutnya tante Ani berkata,
“Bernas, kalo pengen tidurin tante, mendingan cepetan deh, sebelon gairah tante
habis. Tuh liat kontol Bernas dah tegak kayak besi. Sini tante pegang apa dah
panas.”.
Aku berusaha mengambil posisi diatas tubuh tante. Gaya bercinta traditional.
Perlahan-lahan kuarahkan batang penisku ke mulut vagina tante Ani, dan kucoba
dorong penisku perlahan-lahan. Ternyata tidak sulit menembus pintu kenikmatan
milik tante Ani. Selain mungkin karena basahnya dinding-dinding memek tante Ani
yang memuluskan jalan masuk penisku, juga karena mungkin sudah beberapa batang
penis yang telah masuk di dalam sana.
“Uhhh … ohhh … Bernasss … ahhh …” desah tante Ani.
Aku coba mengocok-kocok memek tante Ani dengan penisku dengan memaju-mundurkan
pinggulku. Tante Ani terlihat semakin ‘horny’, dan mendesah tak karuan.
“Bernasss … Bernasss … aduhhh Bernasss … geliiii tante … uhhh … ohhhh …” desah
tante Ani.
Di saat aku sedang asyik memacu tubuh tante Ani, tiba-tiba aku disadarkan oleh
permintaan tante Ani, sehingga aku berhenti sejenak.
“Bernasss … kamu dah mau keluar belum … ” tanya tante Ani.
“Belon sih tante … mungkin beberapa saat lagi … ” jawabku serius.
“Nanti dikeluarin di luar yah, jangan di dalam. Tante mungkin lagi subur
sekarang, dan tante lupa suruh kamu pake pengaman. Lagian tante ngga punya
stock pengaman sekarang. Jadi jangan dikeluarin di dalam yah.” pinta tante Ani.
“Beres tante.” jawabku.
“Ok deh … sekarang jangan diam … goyangin lagi dong …” canda tante Ani genit.
Tanpa menunda banyak waktu lagi, aku lanjutkan kembali permainan kami. Aku bisa
merasakan memek tante Ani semakin basah saja, dan aku pun bisa melihat
bercak-bercak lendir putih di sekitar bulu jembutku.
Aku mulai berkeringat di punggung belakangku. Muka dan telingaku panas. Tante
Ani pun juga sama. Suara erangan dan desahan-nya makin terdengar panas saja di
telingaku. Aku tidak menyadari bahwa aku sudah berpacu dengan tante Ani 20
menit lama-nya. Tanda-tanda akan adanya sesuatu yang bakalan keluar dari
penisku semakin mendekat saja.
“Bernasss … ampunnn Bernasss … kontolnya kok kayak besi aja … ngga ada lemasnya
dari tadi … tante geliii banget nihhh …” kata tante Ani.
“Tante … Bernasss dah sampai ujung nih …” kataku sambil mempercepat goyangan
pinggulku.
Puting tante Ani semakin terlihat mencuat menantang, dan kedua payudara pun
terlihat mengeras. Aku mendekatkan wajahku ke wajah tante Ani, dan bibir kami
saling berciuman. Aku julur-julurkan lidahku ke dalam mulutnya, dan lidah kami
saling berperang di dalam. Posisi bercinta kami tidak berubah sejak tadi. Posisiku
tetap di atas tubuh tante Ani.
Aku percepat kocokan penisku di dalam memek tante Ani. Tante Ani sudah
menjerit-jerit dan meracau tak karuan saja.
“Bernasss … tante datangggg … uhhh … ahhhhhh …” jerit tante Ani sambil memeluk
erat tubuhku. Ini pertanda tante Ani telah ‘orgasme’.
Aku pun juga sama, lahar panas dari dalam penisku sudah siap akan menyembur
keluar. Aku masih ingat pesan tante Ani agar spermaku dilepas keluar dari memek
tante Ani.
“Tante … Bernassss datangggg …” jeritku panik. Kutarik penisku dari dalam memek
tante Ani, dan penisku memuncratkan spermanya di perut tante Ani. Saking
kencangnya, semburan spermaku sampai di dada dan leher tante Ani.
“Ahhh … ahhhh … ahhhh …” suara jeritan kepuasanku.
“Idihhh … kamu kecil-kecil tapi spermanya banyak bangettt sih …” canda tante
Ani. Aku hanya tersenyum saja. Aku tidak sempat mengomentari candaan tante Ani.
Setelah semua sperma telah tumpah keluar, aku merebahkan tubuhku di samping
tubuh tante Ani. Kepalaku masih teriang-iang dan nafasku masih belum stabil.
Mataku melihat ke langit-langit apartment tante Ani. Aku baru saja menikmati
yang namanya surga dunia.
Tante Ani kemudian memelukku manja dengan posisi kepalanya di atas dadaku. Bau
harum rambutku tercium oleh hidungku.
“Bernas puas ngga?” tanya tante Ani.
“Bukan puas lagi tante … tapi Bernas seperti baru saja masuk ke surga” jawabku.
“Emang memek tante surga yah?” canda tante Ani.
“Boleh dikata demikian.” jawabku percaya diri.
“Kalo tante puas ngga?” tanyaku penasaran.
“Hmmm … coba kamu pikir sendiri aja … yang pasti memek tante sekarang ini masih
berdenyut-denyut rasanya. Diapain emang ama Bernas?” tanya tante Ani manja.
“Anuu … Bernas kasih si Bernas Junior … tuh tante liat jembut Bernas banyak
bercak-bercak lendir. Itu punya dari memek tante tuh. Banjir keluar tadi.”
kataku.
“Idihhh … mana mungkin …” bela tante Ani sambil mencubit penisku yang sudah
mulai loyo.
“Bernas sering-sering datang ke rumah tante aja. Nanti kita main poker lagi.
Mau kan?” pinta tante Ani.
“Sippp tante.” jawabku serentak girang.
Malam itu aku nginap di rumah tante Ani. Keesokan harinya aku langsung pulang
ke rumah. Aku sempat minta jatah 1 kali lagi dengan tante Ani, namum ajakanku
ditolak halus olehnya karena alasan dia ada janji dengan teman-temannya.
Sejak saat itu aku menjadi teman seks gelap tante Ani tanpa sepengetahuan orang
lain terutama ayah dan ibu. Tante Ani senang bercinta yang bervariasi dan
dengan lokasi yang bervariasi pula selain apartementnya sendiri. Kadang bermain
di mobilnya, di motel kilat yang hitungan charge-nya per jam, di ruang VIP spa
kecantikan ibuku (ini aku berusaha keras untuk menyelinap agar tidak diketahui
oleh para pegawai di sana). Tante Ani sangat menyukai dan menikmati seks.
Menurut tante Ani seks dapat membuatnya merasa enak secara jasmani dan rohani,
belum lagi seks yang teratur sangatlah baik untuk kesehatan. Dia pernah
menceritakan kepadaku tentang rahasia awet muda bintang film Hollywood tersohor
bernama Elizabeth Taylor, yah jawabannya hanya singkat saja yaitu seks dan diet
yang teratur.
Tante Ani paling suka ‘bermain’ tanpa kondom. Tapi dia pun juga tidak ingin
memakai sistem pil sebagai alat kontrasepsi karena dia sempat alergi saat
pertama mencoba minum pil kontrasepsi. Jadi di saat subur, aku diharuskan
memakai kondom. Di saat setelah selesai masa menstruasinya, ini adalah saat di
mana kondom boleh dilupakan untuk sementara dulu dan aku bisa sepuasnya
berejakulasi di dalam memeknya. Apabila di saat subur dan aku/tante Ani lupa
menyetok kondom, kita masih saja nekat bermain tanpa kondom dengan berejakulasi
di luar (meskipun ini rawan kehamilannya tinggi juga).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar