as
Ary mulai membuka baju Tante Susan dan tinggal mengenakan BH.
Kuakui, tanteku memang masih tergolong muda, belum berusia 40 tahun.
Tubuhnya montok, kulitnya putih, wajahnya mirip Dessy Ratnasari.
Rambutnya pendek model Lady Diana, tubuhnya langsing. Tak lama kemudian
Mas Ary melepas BH tanteku.
Duh…, ternyata montok sekali. Diam-diam aku mulai terangsang. Burungku
mulai membesar. Aku tetap berdiri ddengan tenang di atas kursi.
Berikutnya kulihat Tante Susan ganti melepaskan baju Mas Ary. Satu
persatu kancing bajunya dilepas, akhirnya bajunya dilempar ke lantai.
Boleh juga tubuh Mas Ary, tegap dan atletis. Wow…, mereka kemudian
saling cium bibir. Saling mengelus punggung. Sebentar-sebentar tangan
Mas Ary meremas-remas payudara Tante Susan. Beberapa menit kemudian
kulihat Mas Ary membuka ritsluiting rok yang dipakai tanteku, kemudian
dilepasnya rok itu sehingga tanteku cuma memakai celana dalam saja.
Adegan berikut tanteku ganti membuka kancing celana Mas Ary, dilepasnya
satu persatu, kemudian ditariknya sehingga lepas dan tinggal celana
dalamnya saja.
Lagi-lagi keduanya berpelukan lagi dan berciuman mesra sekali. Kemudian
Mas Ary mencium leher Tanteku, lalu payudaranya, lalu perutnya, lalu
pahanya. Dan kemudian tangannya memelorotkan celana dalam Tanteku.
Lepas!, Kemudian diletakkan di kursi. Tahap berikutnya Mas Ary membuka
sendiri celana dalamnya. Kulihat penis Mas Ary besar dan panjang seperti
punyanya orang Arab. Jantungku berdetak keras sekali. Bahkan penisku
ikut-ikutan menjadi keras. Apalagi melihat keduanya kemudian sama-sama
dalam posisi berdiri, saling berpelukan, lagi-lagi saling berciuman.
Sekitar tiga menit kemudian dengan posisi berdiri, Mas Ary memasukkan
ujung penisnya ke lubang kemaluan tanteku. Sesudah itu mereka berpelukan
rapat sekali sambil menggoyang-goyang pinggul masing-masing. Cukup
lama. Akhirnya kulihat mereka berdua sudah saling orgasme. Hal ini
terlihat karena mereka membuat gerakan yang cukup agresif sekali.
Walaupun samar-samar, kudengar suara uh.., uh.., uh.., dari mulut Tante
Susan. Sialnya, tak terasa akupun mengalami orgasme, celana dalamku
menjadi basah, apa boleh buat.
Adegan berikutnya dilakukan seperti biasa, yaitu tante berada di tempat
tidur dengan posisi di bawah dan Mas Ary di atas. Apa yang kulihat
memang benar-benar mengasyikkan. Maklum, baru sekali itu aku melihat
dengan mata kepala sendiri adegan seks yang dilakukan orang lain.
Esok harinya aku bersikap biasa-biasa saja seolah-olah tidak ada
kejadian apa-apa. Kulihat Tante juga bersikap biasa-biasa saja. Makan
pagi bersama. Sesudah itu aku pergi ke Pangalengan sekedar rekreasi.
Sore harinya aku sudah sampai di rumah lagi. Seperti kemarin, sore-sore
pembantu tante menyediakan teh manis dan roti. Kulihat, pembantu Tante
Susan yang namanya Teh Mimin ini tergolong seksi juga. Umurnya kira-kira
sama dengan umurku, yaitu sekitar 19 tahun. Terus terang, nafsuku jadi
bangkit melihat buah dadanya yang montok itu. Kata tanteku Teh Mimin
sudah punya anak, tapi ditinggal di desanya, dirawat neneknya. Tiap hari
Kamis pasti pulang ke kampung untuk menengok anaknya.
Malamnya aku tidak bisa tidur. Sebentar-sebentar aku mengintip kamar
tanteku. Namun hingga pukul 24.00 ternyata tidak ada kejadian apa-apa.
Akhirnya aku tidur pulas.
Sekitar pukul 10:15 aku menuju ke terminal Ledeng. Aku kepingin melihat
obyek pariwisata Ciater. Eh…, ternyata aku ketemu Teh Mimin.
“Mau kemana Teh”, tanyaku.
“Ke Subang…, nengok anak Mas..”.
“Wah, sama-sama aja, deh..”, ajakku.
Ternyata ya lancar-lancar saja. Aku duduk berdua dengan Teh Mimin.
Akhirnya aku mencari-cari alasan untuk ditemani di Ciater, soalnya aku
belum hafal kota Bandung. Karena hari masih siang, akhirnya mau juga Teh
Mimin menemani aku. Walaupun gadis desa, tapi Teh Mimin sempat mengecap
bangku SLTP hingga lulus. Cara berpakaiannya pun tergolong rapi seperti
pelajar-pelajar pada umumnya.
Sampai di Ciater aku menyewa salah satu bungalow dengan alasan ingin
istirahat. Kebetulan rumah Teh Mimin tidak begitu jauh dari bungalow
tempatku istirahat. Aku cari-cari alasan lagi. Aku bilang, di Ciater
tidak ada yang jualan nasi goreng, kalau tidak keberatan aku minta Teh
Mimin nanti malam mengantarkan nasi goreng. Ternyata Teh Mimin tak
keberatan. Ya begitulah, tanpa rasa curiga sedikitpun, sekitar pukul
19.00 Teh Mimin telah berada di bungalowku mengantarkan nasi goreng.
Kuajak ngobrol ngalor-ngidul tentang apa saja.
Akhirnya obrolanku agak nyenggol-nyenggol dikit tentang seks. Teh Mimin
bilang sudah lama tidak melakukannya karena suaminya sudah tiga bulan
ini impoten akibat kecelakaan sepeda motor. “Nah…, ini dia yang kucari”,
pikirku.
Sengaja memang aku ngobrol terus sehingga tanpa terasa telah pukul
21.30. Ketika Teh Mimin pamit pulang, akupun bilang, lebih baik jangan
pulang karena malam-malam begini banyak orang iseng atau orang jahat.
“Tidur aja di sini Teh, kan ada dua kamar. Teh Mimin di kamar sebelah, saya di sini”, kataku.
Setelah kubujuk habis-habisan akhirnya Teh Mimin mau juga tinggal di kamar sebelah.
Kira-kira pukul 24.00 aku mengendap-endap berjalan pelan menuju ke kamar Teh Mimin.
“Kok, belum tidur?”, tanyaku pelan sambil menutup pintu.
“Dingin Mas udara Ciater”, katanya sambil tetap telentang di tempat tidur sambil memegangi selimut yang menutupi tubuhnya.
“Aku juga kedinginan”, kataku.
Entahlah, sepertinya sudah saling membutuhkan. Ketika aku merebahkan
tubuhku di sampingnya, Teh Mimin diam saja. Akupun menarik selimutnya
sehingga kami berdua berada di dalam satu selimut. Untuk menghilangkan
rasa dingin kupeluk Teh Mimin. Ternyata diam saja. Begitu juga ketika
kuraba-raba payudaranya yang montok ternyata juga diam saja.
Akhirnya dengan mudah aku bisa melepaskan baju, BH, rok dan celana
dalamnya. Hanya dalam waktu beberapa detik saja kami berdua sudah dalam
keadaan bugil tanpa sehelai benangpun. Meskipun demikian kami masih di
dalam satu selimut. Begitulah, tanpa hambatan, malam itu aku dengan
mudah bisa menyetubuhi Teh Mimin hingga dua kali. Tampaknya Teh Mimin
mengalami orgasme hingga dua kali.
“Terima kasih Mas, Sudah lama aku nggak merasakan yang begini-begini…,
Suamiku sudah nggak sanggup lagi”, bisiknya sambil mencium bibirku.
Esok pagi subuh, Teh Mimin kembali pulang ke rumahnya. Sedangkan aku
kembali ke Bandung agak sorenya. Maklum aku masih ingin menikmati
pemandangan sekitar perkebunan teh di Ciater.
Sore harinya aku sampai di Bandung dan sikapku biasa-biasa saja terhadap
Teh Mimin, seolah-olah tidak ada kejadian apa-apa. Lagipula aku juga
pesan agar Teh Mimin tidak usah cerita kepada siapa-siapa. nggak enak
kalau sampai Tante Susan tahu. Begitulah. Tak terasa malam telah tiba
lagi dan waktu tidurpun telah menyongsong.
Pukul 24.00, Seperti biasa lampu kamar kumatikan dan kugantikan lampu
tidur lima watt. Eh.., lagi-lagi aku mendengar orang bisik-bisik. Pasti
di kamar Tante Susan. Akupun dengan pelan-pelan mengambil kursi dan
mulai mengintip dari lubang kecil yang kemarin kubuat. Kali itu aku agak
terkejut. Ternyata kali itu bukan Mas Ary, tetapi Mas Budi. Wah,
Tanteku ternyata tergolong hyperseks. Malam itu seperti kemarin-kemarin
juga. Mas Budi kulihat menyetubuhi tanteku dengan berbagai posisi.
Bahkan sempat kulihat Tante Susan berada di posisi atas. Gila!,
lagi-lagi aku mengalami orgasme sendirian. “Creet…, creet…, cret”,
celana dalamku basah lagi. Terpaksa aku harus ganti celana dalam. Dalam
hati, diam-diam aku membayangkan betapa nikmatnya jika aku bisa
menyetubuhi tanteku sendiri. Memang ini merupakan penyimpangan. Tapi, ya
apa salahnya, toh tanteku mau dengan Mas Ary dan Mas Budi. Tapi apa mau
dengan aku? Semalaman aku tidak bisa tidur karena mencari strategi
supaya aku bisa meniduri Tante Susan.
Apa yang pernah dikatakan Teh Mimin di Ciater memang benar. Tiap hari
Sabtu Mas Ary dan Mas Budi pulang ke Jakarta. Sehingga hari Sabtu itu
cuma ada aku, Teh Mimin dan Tante Susan. Aku pusing setengah mati
mencari strategi untuk merayu Tante Susan, namun belum ketemu-ketemu
juga jalan keluarnya. Namun,akhirnya aku punya ide.
“Tante suka nonton?, Kebetulan hari ini hari ulang tahun Ryan”, kataku
di pintu kamarnya Tante Susan. Tante waktu itu sedang merapikan
rambutnya di depan kaca.
“Ah…, Tante nggak tahu kalau kamu ulang tahun. Selamat Ya”, ujar Tante
sambil menuju ke tempatku. Dijabatnya tanganku, “Happy Birthday, mau
traktir Tante, nih..”.
“Ya, kalau Tante nggak keberatan”, ujarku penuh harap.
Ternyata pancinganku berhasil. Malam itu aku nonton bioskop yang pukul
21.00, soalnya mau nonton yang pukul 19.00 sudah ketinggalan karena jam
telah menunjukkan pukul 20.00.
Pulang nonton sekitar pukul 23.00 Sampai di rumah, Tante Susan nggak bisa masuk ke kamarnya.
“Aduh, tadi aku taruh di mana ya kunci kamarku?”, kata Tante sambil mondar-mandir.
“Waduh, nggak tahu Tante. Tadi ditaruh di mana?”, jawabku bohong.
Padahal, sebelum berangkat, pada waktu Tante Susan ke kamar mandi
sebentar, kunci kamar yang digelatakkan di dekat meja telepon sempat
kusembunyikan di bawah kursi.
Akupun pura-pura membantunya mencari. Sekitar setengah jam nggak ketemu,
akhirnya aku bilang, “Tidur aja di kamar Ryan, Tante. Biar Ryan tidur
di kursi tamu saja..”.
Mungkin karena sudah capek, akhirnya Tante Susan tidak punya pilihan
lain, akhirnya tidur di kamarku dan aku tidur di kursi tamu. Namun
sekitar setengah jam,aku masuk ke kamar.
“Di luar dingin Tante, boleh tidur di sini saja? Nggak apa-apa khan?”, tanyaku.
“Oo, silakan..”, jawab Tante.
Akupun merebahkan tubuhku di samping tubuh Tante Susan. Jantungku
berdetak keras, otakku terus mencari strategi berikut .Gimana nih cara
memulainya? Susah juga!
“Aduh, Tante kalau tidur kok membelakangi saya”, kataku pelan.
“Oh ya, maaf.Kebiasaan sih..”, Tanteku membalikkan badannya, miring menghadap ke arahku.
Seolah-olah tidak sengaja, tanganku menyenggol payudara Tante.
“Maaf Tante, nggak sengaja..”.
“Ah.., nggak apa-apa”.
“Maaf Tante, payudara Tante indah sekali”, pancingku.
Kulihat Tanteku membuka matanya dan tersenyum.
“Boleh saya memegangnya Tante?”, bisikku, “Soalnya seumur hidup saya belum pernah melihat payudara seindah ini”, rayuku.
“Ah, boleh-boleh saja..”.
Akupun dengan tangan gemetaran memegang payudara tanteku.
“Aduh, tangan saya gemetaran Tante. Maklum, belum pernah”, pancingku
lagi. Makin lama aku makin berani. Tanganku menyusup ke BH-nya.
“Boleh saya buka BH-nya Tante?”, tanyaku penuh harap setengah berbisik.
Tak ada jawaban. Akupun memberanikan diri melepas kancing baju Tanteku
satu persatu dan akhirnya aku berhasil melepas BH Tanteku dengan mudah.
Tampaklah payudara yang montok padat berisi. Akupun meremas-remasnya.
Lama kelamaan, tampaknya tanteku mulai terangsang, nafasnya
panjang-panjang. Diciumnya keningku, pipiku lantas bibirku. Kulihat
Tante mulai membuka kancing bajuku satu persatu dan akhirnya aku tanpa
baju.
“Tante, saya belum pernah..”, bisikku pelan. Tentu saja aku berbohong.
“Nggak apa-apa, nanti Tante ajarin..”.
Begitulah, beberapa menit kemudian Tanteku melepas celanaku dan akhirnya
celana dalamku. Begitu juga, Tante melepas sendiri rok dan celana
dalamnya. Kami berdua sudah dalam keadaan telanjang bulat.
“Tante, aku belum bisa..”, aku berbohong lagi.
“Nanti Tante ajarin..”, bisiknya.
Begitulah, akhirnya keinginanku untuk menggeluti Tante Susan telah
berhasil. Malam itu aku bermain hingga mengalami orgasme dua kali.
Demikian juga, Tante Susan juga dua kali mengalami orgasme.
“Ah, Ryan!, Kamu telah membohongi Tante! Ternyata kamu jagoan! Tante
puas..!”, bisik Tanteku sambil menuju ke kamar mandi. Malam itu aku dan
Tante tidur berdua telanjang bulat di bawah satu selimut sampai pagi
hari.
Hari Minggu ini sepi. Mas Ary dan Mas Budi belum pulang. Kata tante,
mereka berdua biasanya pulang ke tempat kost hari Senin pagi. Yang ada
cuma Teh Mimin, sementara itu tiap Minggu pagi Tante mengikuti senam
aerobik dan disambung arisan RT/RW. Katanya, Tante akan pulang agak
sore. Ya, daripada nggak ada acara, akhirnya aku menuju ke dapur.
Kulihat Teh Mimin sedang mempersiapkan makan siang. Kulihat Teh Mimin
tersenyum penuh arti. Tanpa basa-basi, kupeluk Teh Mimin dan kutarik ke
kamarnya. Begitulah, tanpa halangan yang berarti, aku dan Teh Mimin hari
itu bersuka cita menikmati hari Minggu yang sepi. Di kamar Teh Mimin
yang ukurannya kecil itu, di tempat tidur tanpa kasur, untuk yang kedua
kalinya aku menggeluti Teh Mimin. Lagi-lagi Teh Mimin mengucapkan terima
kasih karena aku telah berkali-kali memberikan kepuasan batin yang
selama beberapa bulan ini tidak
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar