Tangannya kemudian membuka baju lalu kemudian celanaku. Kini aku tinggal
mengenakan celana dalam. Dengan cepat baju dan celananyapun segera
merosot ke lantai. Tangannya menyelinap ke balik celana dalamku dan
mulai mengelus penisku. Kontan saja penisku yang sudah sejak tadi ingin
segera bertempur langsung bereaksi. Sambil terus berciuman, sebentar
kemudian sisa kain di tubuh kamipun segera tanggal.
Andi Soraya
mendorong tubuhku ke ranjang dan segera menerkamku dengan ciuman yang
ganas. Aku membalas dengan tak kalah ganas. Bibirnya bergeser ke bawah
dan ia mencium dan menjilat leherku. Aku menggelinjang penuh nikmat.
Napas
kami mulai memburu. Sambil menciumi dan mengecup dadaku, Andi Soraya
memelukku erat. Kulihat buah dadanya yang kenyal dan padat dihiasi
dengan puting kecil yang berwarna merah muda menantangku untuk segera
mengulumnya. Payudara kusedot, kukulum dan kuremas secara bergantian.
Tangan kiriku mengusap-usap pipinya dan bahunya dengan lembut.
Andi Soraya mengerang dan merintih ketika putingnya kugigit kecil dan kujilat-jilat.
"Ououououhh.. Nghgghh, .. Ouuhh.. Han"
Payudaranya
kukulum habis sampai semuanya masuk ke mulutku. Andi Soraya menjilati
telingaku. Akupun terangsang dengan hebat. Penisku sudah mengeras siap
untuk berperang.
Andi Soraya melepaskan diri dari pelukanku dan
kini ia menjilati dan menciumi tubuhku. Dari leherku bibirnya kemudian
menyusuri dadaku, dan ".. Oukhh, Mbak Soraya.. Yachh.." aku mengerang
ketika mulutnya menjilati putingku. Kutolak tubuhnya karena tak tahan
dengan rangsangan yang diberikan pada putingku dan kemudian kugulingkan
ke samping.
Bibirku menyambar bibirnya. Kudorong lidahku
menggelitik mulutnya. Lidahku kemudian disedotnya. Tangannya menjelajah
ke selangkanganku dan kemudian mengocok penisku. Penisku semakin tegang
dan besar.
"Puaskan aku. Bawa aku masuk dalam gelombang
kenikmatan.." ia merintih. Kugulingkan lagi badannya sampai ia berada di
bawahku. Tidak lama kemudian tangannya menggenggam erat penisku.
Ditelannya dengan bulat penisku di mulut Andi Soraya, namun tak lama,
gantian aku yang langsung menjilati vaginanya, itupun tak lama karena
Andi Soraya ingin cepat dimasukin
“Han .. masukin dulu .. lama aku tak digituin “ ujar Andi Soraya dengan genit.
Penisku
kemudian dituntunnya masuk ke dalam lubang kenikmatannya, terasa sangat
sesak namun aku terus mendorong. Terasa licin dan basah.
“Dorong Han
.. Ouuuuuuhh .. enaknya Han .. enaknya penismu .. aku suka .. “ ujar
Andi Soraya dengan liar dan menggelinjang keenakan
"Akhh..
Oukkhh" Andi Soraya mendongakkan kepalanya dan memberikan kesempatan
kepadaku untuk menjilat dan menciumi lehernya yang tepat di depanku. Ia
memutarkan pantatnya dan dengan satu hentakan keras ke bawah akhirnya
semua batang penisku sudah terbenam dalam vaginanya.
Pinggulku
bergerak naik turun menimba kenikmatan. Kadang gerakanku kuubah menjadi
ke kanan ke kiri atau berputar berlawanan dengan arah putaran pantatnya.
Sesekali gerakanku agak pelan dan kuangkat pantatku sampai penisku
keluar dan segera kumasukkan lagi. Kadang juga pantatku naik tidak
terlalu tinggi, hanya kepala penisku yang berada di bibir guanya dan
kemudian dengan cepat kuturunkan pantatku hingga seluruh batang penisku
tenggelam ke dalam liang nikmatnya
Punggungnya naik dengan
bertopang pada sikunya. Kuisap puting buah dadanya yang sudah mengeras.
Gerakanku menjadi semakin liar dan kasar. Tangannya kini memeluk
punggungku dan dadanya merapat pada dadaku. Tangannya meremas dan
menjambak rambutku, mulutnya merintih dan mengerang keras.
"Han.. Ouhh Han, aku mau nyampai, aku mau kelu.. Ar"
"Sshh.. Shh"
"Han sekarang ouhh.. Sekarang" ia memekik.
Tubuhnya
mengejang rapat diatasku dan kakinya membelit kakiku. Mulutnya
mencari-cari mulutku dan kusambar agar ia tidak merintih terlalu keras
lagi. Vaginanya berdenyut kuat sekali. Akupun merasakan akan menggapai
kenikmatan dan kutekan pantatku ke bawah dengan keras hingga penisku
mentok ke dinding rahimnya.
"Akhkhkh Mbak Soraya.. Aku cum..
Keluar," kumuntahkan cairan maniku ke dalam vaginanya. Terasa banyak
sekali dan meleleh keluar sampai menetes di sprei.
Tubuhku
melemas di atas badan Andi Soraya. Keringat kami bagaikan diperas,
menitik di sekujur tubuh. Kemaluanku yang masih menegang kubiarkan tetap
di dalam vaginanya dan beberapa saat akhirnya mengecil dan terlepas
sendiri.
Akhirnya kami bangun setelah napas kami menjadi
teratur. Kami segera masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan diri.
Sambil membersihkan diri tangannya mengembara ke selangkanganku,
meremas, mengurut dan mengocok penisku dengan busa sabun. Perlahan namun
pasti penisku semakin membesar dan mengeras lagi. Dibersihkannya busa
sabun di penisku dengan air. Dalam keadaan basah kami berciuman dan
saling memagut.
Kami mulai terangsang dan tubuh kami mulai
hangat. Detak jantung mulai cepat dan napas menjadi berat. Kududukan dia
di atas bak air di dalam kamar. Kini kami lebih leluasa mengeksplorasi
tubuh kami. Tangannya masih juga bermain di bawah perutku. Tanganku
meremas payudaranya, memilin putingnya. Kutarik pantatnya sedikit ke
depan sehingga posisinya berada di bibir bak air. Tangannya membantuku
memasukkan penisku ke vaginanya dalam posisi berdiri. Ia
menggerak-gerakkan pantatnya untuk membantu usahaku. Digesekkan kepala
penisku pada bibir vaginanya. Setelah cukup pelumasan ia berbisik
"Dorong To.. Dorong". Kudorong pantatku dengan pelan dan akhirnya batang
penisku bisa masuk dengan lancar ke dalam guanya.
Aku mulai
bergerak maju mundur untuk meraih kenikmatan. Kakinya membelit
pinggangku. Sampai beberapa menit aku masih bertahan pada posisi
berdiri. Kakiku sudah mulai gemetar menahan berat tubuhku. Kuangkat
tubuhnya kemudian kuhimpitkan dia ke dinding. Sebelah kakinya kuangkat
ke pinggulku. Dengan berciuman dan meremas payudaranya aku tetap
menggenjot vaginanya. Penisku terlepas dan aku mengalami kesulitan untuk
memasukkannya lagi.
Kudorong dia sambil tetap berpelukan dan
berciuman kembali ke kamar. Sampai kamar kulepaskan pelukanku dan
kubaringkan tubuhnya yang montok ke ranjang. Sebentar kemudian kami
kembali bergumul untuk saling memberi dan menerima kenikmatan. Namun
penisku belum masuk ke dalam vaginanya.
Andi Soraya kini berada
di atas tubuhku. Kepala Andi Soraya ke bawah, ke perut dan terus ke
bawah. Digigitnya penisku dengan gigitan kecil di sepanjang batangnya.
Andi Soraya memandangku dan aku menarik buah zakarku sehingga batang
penisku juga tertarik dan berdiri tegak menantang. Aku memberi isyarat
ketika kepalanya ada di atas selangkanganku. Kepalanya kemudian bergerak
ke bawah. Ia mengisap-isap kepala penisku dan menjilatinya.
Tiba-tiba
tubuhku tersentak ketika lidah Andi Soraya menjilat lubang kencingku.
Kulihat Andi Soraya dengan asyiknya menjilat, menghisap dan mengulum
kepala penisku. Ia tidak memasukkan seluruh batang penisku ke dalam
mulutnya, melainkan hanya kepala penisku saja yang menjadi areal
kerjanya.
Kutarik tubuhnya sehingga Andi Soraya kini berada di
bawahku. Andi Soraya memelukku dan menciumi daun telingaku. Aku
merinding. Dadanya yang kencang dan padat menekan dadaku. Kucium
bibirnya dan kuremas buah dadanya.
"Ouhh ayo Han.. Aku.. Masukkan.. Ayo masukkan.."
Aku menurunkan pantatku dan segera penisku sudah tengelam dalam lubangnya.
"Enak sekali Han, aku.. Oukhh"
Ia
memekik kecil, lalu kutekan kemaluanku sampai amblas. Tangannya
mencengkeram punggungku. Tidak terdengar suara apapun dalam kamar selain
deritan ranjang dan lenguhan kami.
Kucabut kemaluanku,
kukeraskan ototnya dan kutahan. Pelan-pelan kumasukkan kepalanya saja ke
bibir gua yang lembab dan merah. Andi Soraya terpejam menikmati
permainanku pada bibir kemaluannya.
".. Hggk..". Dia menjerit
tertahan ketika tiba-tiba kusodokkan kemaluanku sampai mentok ke
rahimnya. Kumaju mundurkan dengan pelan setengah batang sampai lima kali
kemudian kusodokkan dengan kuat sampai semua batangku amblas. Andi
Soraya menggerakkan pinggulnya memutar dan naik turun sehingga
kenikmatan yang luar biasa sama-sama kami rasakan. Penisku seperti
dipelintir rasanya. Kusedot payudaranya dan kumainkan putingnya dengan
lidahku.
Andi Soraya seperti mau berteriak dan menahan sesuatu
perasaan yang sukar untuk dilukiskan. Ia memukul-mukul dadaku dengan
histeris.
"Auuhkhh.. Terus.. Teruskan.. Han.. Enak sekali.. Ooh"
Kini
kakiku menjepit kakinya. Ternyata vaginanya nikmatnya memang luar
biasa, meskipun agak becek namun gerakan memutarnya seperti menyedot
penisku.
Aku mulai menggenjot lagi. Andi Soraya seperti seekor
singa liar yang tidak terkendali. Keringat membanjiri tubuh kami. Kupacu
Andi Soraya melewati padang rumput dan mendaki lereng terjal penuh
kenikmatan. Kami saling meremas, memagut, dan mencium.
Kubuka lagi kedua kakinya, kini betisnya melilit di betisku. Matanya merem melek. Aku siap untuk memancarkan spermaku.
"Mbak Soraya, aku mau keluar.. Sebentar lagi.. Aku mau..".
"Kita sama-sama, Ouououhh..". Andi Soraya melenguh panjang.
"Sekarang . Ayo sekarang.. Ouuhh.. Mbak Soraya" Aku mengerang ketika spermaku muntah dari ujung penisku.
"Han.. Agghh" kakinya menjepit kakiku dan menarik kakiku sehingga kejantananku tertarik mau keluar.
Aku
menahan agar posisi kemaluanku tetap dalam vaginanya. Matanya terbuka
lebar, tangannya mencakar punggungku, mulutnya menggigit dadaku sampai
merah. Kemaluan kami saling membalas berdenyut sampai beberapa detik.
Setelah beberapa saat kemudian keadaan menjadi sepi dan hening.
Kami
terdiam dengan saling memeluk, kuberikan ciuman di dahinya. Andi Soraya
menjepit kedua kakiku. penisku masih tertanam dan berdenyut denyut
walau tidak terlalu keras. Kami tertidur ketika waktu sudah menunjukan
pukul 11 malam. Andi Soraya menggeliat sehingga membuat aku terbangun
dan meringis.
“Han .. auh .. sakit deh .. cabut dulu .. “ kami saling tersenyum ketika mencabut alat kelaminku sambil memekik dan meringis
“Gedhe banget tuh . “ ujar Andi Soraya dengan genit dan memberikan ciuman mesra di bibirku.
Aku hanya tersenyum
“Tidur sini saja .. jangan pulang .. keloni aku deh .. “
“Aman nggak ?”
“Jakarta
nggak ada yang peduli ... “ ujar Andi Soraya dengan cuwek kemudian
berdiri dan keluar dari ranjang, membuka lemari dan memakai daster, aku
pun diberi daster
“Aku pengin telanjang saja “
Andi Soraya tak menggubris lalu keluar dari kamar, aku yang sangat kehausan keluar dari kamar dan melihat Andi Soraya terpekur
“Ada masalah Mbak ?” tanyaku
“Nggak Han .. “
“Apa Mbak memikirkan apa yang telah kita lakukan ?” tanyaku sambil memegang tangannya, tanganku diremasnya
“Tidak Han .. aku tak memikirkan itu .. aku ada masalah lain dengan mantan suamiku “
“Sungguh ?” tanyaku meminta kepastian
Dipandangnya diriku dan diberikan ciuman di bibirku
“Sungguh, sayang “ kata Andi Soraya dengan senyuman yang manis
“Terima kasih Mbak Soraya “ kataku sambil mengecup dahinya
“Han .. aku selalu butuh itu .. maukah kau selalu meluluskan permintaanku ?”
“Selalu, sayang “ kataku dengan teduh dan memandangnya
“Oke Han .. lalu apa yang harus kulakukan ?”
Aku tak menjawab dan pergi ke ruang tengah menyalan TV, Andi Soraya menyusul kemudian
Tanpa mengalihkan pandanganku dari layar televisi, Aku menyahut kalem,
"Bagaimana kalau kamu menari bugil..".
"Apa?", jerit Andi Soraya sambil lebih membelalakkan matanya,
"Ih, pikiranmu jorok ah!". ujar Andi Soraya sambil mendekat diriku
Aku
terlonjak karena dicubiti oleh Andi Soraya di pinggang, di perut, di
paha, di dada, di mana-mana. Aku itu tertawa-tawa kegelian, dan senang
karena bisa membuat Andi Soraya terdesak dalam perdebatan. Sekarang aku
tinggal menunggu, maukah Andi Soraya melakukan apa yang kuminta itu.
Setelah puas mencubitiku, Andi Soraya berseru, "Baik! Jangan tinggalkan tempat.., Saya akan kembali sebentar lagi!"
Aku tersenyum enteng, tetapi sesungguhnya aku berdebar juga. Tegang sendiri memikirkan apa yang akan dilakukan Andi Soraya.
Andi
Soraya menghilang ke dalam kamar cukup lama. Aku berkali-kali menengok,
kuatir jangan-jangan Andi Soraya meninggalkannya tidur. Jangan-jangan
ia mempermainkan aku, pikirnya. Tetapi aku tidak beranjak dari kursi di
depan TV yang sudah menyelesaikan tayangan siaran berita, berganti
siaran musik. Aku masih menunggu, dan berharap akan benar-benar mendapat
"pertunjukan istimewa" dari Andi Soraya.
Lalu tiba-tiba lampu
ruangan mati. Aku tersentak, dan belum sempat menengok mencari siapa
yang iseng mematikan lampu, TV-pun ikut mati. Sialan! sergahku itu, Andi
Soraya ternyata membawa remote control, dan pasti dia yang iseng.
"Jangan
becanda, ah.." Aku hendak mengeluh, tetapi lalu lampu di pojok ruangan
menyala. Sinarnya hanya temaram, menimbulkan suasana romantis. Dan di
sana.., di depan pintu kamar tidur.., Andi Soraya berdiri dengan daster
tipis yang menampakkan bahunya yang putih mulus. Ada tali kecil yang
mengaitkan daster itu ke bahunya. Dalam sinar yang temaram, Andi Soraya
tampak bagai sebuah manequin di etalase toko. Daster itu terlalu tipis
untuk bisa menyembunyikan tubuhnya yang telanjang. Tetapi karena sinar
temaram, Aku tidak bisa melihat seluruh tubuh Andi Soraya. Aku itu
melongo.
"E-e-e.." Andi Soraya berbisik sambil mengacungkan dan menggoyang-goyangkan telunjuknya.
"Jangan beranjak dari tempat duduk.."
Aku
yang sudah siap bangun, kembali duduk, lalu tersenyum menikmati
pemandangan di depanku. Boleh juga gaya Andi Soraya. Mari nikmati saja
pertunjukkan ini.
Andi Soraya melangkah perlahan meninggalkan
pintu kamar ke arah tengah ruangan. Langkahnya gemulai, meniru Nadine
Chandrawinata di cat walk. Sudah beberapa kali Andi Soraya menonton
sahabat cantiknya itu beraksi. Ia sudah tahu bagaimana berjalan agar
terlihat seksi dan menawan. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis
menggoda. Satu tangannya di letakkan di belakang pinggangnya, dan satu
lagi melenggang santai. Aku tersenyum lebar. Bravo! tukasku dalam hati,!
Sekitar
tiga langkah di depanku yang tertegun, Andi Soraya berhenti.
Perlahan-lahan wanita seksi itu memutar tubuhnya 360 derajat. Aku
berhenti tersenyum. Aku menahan nafas, melihat tubuh Andi Soraya
melintas bagai film slow motion, menerawangkan kemulusan yang tak
tertutup oleh pakaian dalam. Payudara yang sintal dan tegak menantang
itu terlintas, perut yang datar dan dihiasi noktah pusar bagai lesung
pipit, lembah di antara dua paha yang samar-samar terlihat, dua bukit di
pantatnya yang padat berisi sungguh menggemaskan. Satu persatu
pemandangan indah itu melintas untuk kutatap sepuas hatiku.
Andi
Soraya melakukan gerakan memutar perlahan itu dua kali. Satu ke arah
kiri, satu lagi ke arah yang berlawanan. Setelah putaran kedua, Andi
Soraya diam sejenak menghadap ke arahku dengan kedua kaki tegak agak
terentang. Andi Soraya menahan tawa melihatku menelan ludah
berkali-kali.
Lalu, sambil tetap berdiri tegak terentang itu, Andi
Soraya perlahan-lahan mengangkat satu tangannya untuk diletakkan di
belakang leher. Ketiaknya yang bersih mulus segera terpampang, dan
seberkas keharuman yang lembut menyeruak penciumanku, membuatku itu
menghela nafas dalam-dalam. Andi Soraya juga kemudian menahan nafas,
ketika dengan perlahan-lahan, menggunakan satu tangan yang lainnya, Andi
Soraya menurunkan kait daster di bahu kirinya.
Daster itu
merosot sedikit. Pelan-pelan bagian atas payudara kiri Andi Soraya
menyeruak. Aku menelan ludah. Bukit indah di dada Andi Soraya itu
terlihat indah kalau hanya sebagian terkuak. Samar-samar aku bisa
melihat puting susunya yang kini menjadi satu-satunya penyangga sehingga
daster itu tidak merosot terus untuk menampakkan seluruh bola putih
mulus. Ingin rasanya aku bangkit dan menarik daster itu.
Lalu Andi
Soraya menggunakan tangan yang tertumpang di belakang lehernya untuk
melepaskan kait daster yang lain. Dan seperti sebelumnya, daster itu
merosot perlahan. Kini tertahan oleh tangan Andi Soraya yang berada di
depan dadanya, sedikit di bawah kedua putingnya. Dengan cara ini, Andi
Soraya menampilkan bagian atas kedua payudaranya yang ranum membusung
menawan itu. Aku menelan ludah lagi, sungguh seksi terlihat Andi Soraya,
dengan dua bukit yang mengintip malu-malu dan bahu mulus terpampang
bebas. Ingin sekali aku membenamkan mukaku di sana. Ingin sekali!
Sambil
tersenyum menggoda, Andi Soraya menurunkan sedikit tangannya yang
berada di depan dada. Sedikit saja, sehingga kini sebagian dari
putingnya tampak mengundang selera. Lalu wanita itu melangkah mundur
perlahan-lahan. Aku mengernyitkan dahi agar bisa terus memandang jelas.
Setelah
cukup jauh, dan bahkan hampir menyentuh tembok di seberangku, wanita
seksi itu berhenti lalu berputar membelakangiku. Sambil menengok dengan
gayanya yang manja, Andi Soraya menggunakan satu tangannya untuk menarik
bagian belakang dasternya pelan-pelan ke atas. Aku terhenyak di kursi,
merasakan nafasku cepat memburu, ketika melihat paha Andi Soraya yang
mulus tersingkap sedikit demi sedikit. Kain tipis itu terus naik,
perlahan-lahan menampilkan bagian belakang tubuh Andi Soraya yang indah
dan menggemaskan. Aku menahan nafas, ketika seluruh bulatan seksi pantat
Andi Soraya terpampang bebas. "Oh.., mengapa ia harus berdiri jauh-jauh
begitu!", keluhku.
Apalagi kemudian perlahan-lahan Andi Soraya
merenggangkan kedua kakinya dan perlahan-lahan pula membungkuk sambil
tetap menahan tepian daster di pinggangnya. Aku semakin terhenyak di
kursi, memandang Andi Soraya pelan-pelan menungging. Pantatnya yang
seksi pelan-pelan menjadi bagian yang paling tinggi. Dan.., Wow..,
kewanitaan Andi Soraya terlihat indah dari belakang, agak sedikit
terkuak menampakkan bagian yang tersembunyi. Aku menelan ludah entah
sudah berapa kali, belum pernah aku melihat Andi Soraya begitu
menggiurkan seperti ini. Tak sadar, kejantananku menegang membentuk
sebuah tonjolan di depan celanaku.
Untuk beberapa jenak Andi
Soraya tetap membungkuk memamerkan bagian paling sensual dari tubuhnya.
Setelah hitungan ke sepuluh, cepat-cepat wanita itu menegakkan lagi
tubuhnya, sekaligus melepaskan dasternya turun menutupi kembali
pantatnya. Aku mendesah kecewa, dan Andi Soraya menahan tawanya.
Lalu
Andi Soraya berbalik lagi menghadapku. Masih dengan posisi kaki agak
terentang, ia melepaskan pegangan tangannya pada bagian atas dasternya.
Dengan cepat, karena sudah tak terkait lagi di bahu, daster tipis itu
meluncur turun. Tubuh yang menggiurkan, mulus tanpa cela, seksi,
sensual, erotis, menggemaskan, mengundang remasan, putih bersih halus.
Wow!, Aku berkali-kali menjerit kagum di dalam hati. Baru kali ini, ia
bisa betul-betul menikmati pemandangan tubuh Andi Soraya, padahal sudah 2
ronde kami bercumbu bertelanjang bulat. Tetapi baru kali ini aku sadar
bahwa Andi Soraya adalah sebuah keindahan yang tidak hanya harus
digumuli diremas, tetapi juga dipandang sepenuh kalbu.
Andi
Soraya menarik sebuah kursi di dekatnya. Pelan-pelan ia duduk, tanpa
sedetikpun mengalihkan pandangannya dariku, tanpa berhenti tersenyum
tipis menggoda. Setelah duduk, perlahan-lahan Andi Soraya mengangkat
satu kakinya untuk ditopangkan di sandaran kursi. Pelan-pelan Aku
melihat selangkangan Andi Soraya terkuak. Aku menahan nafas menunggu
sampai lembah cinta yang selalu kunikmati untuk ditelusuri dengan jari
atau lidahku itu betul-betul terkuak sempurna. Wajah Andi Soraya merona
nakal dan genit menggoda, ketika akhirnya kakinya tertumpang di sandaran
kursi. Selangkangannya terkuak sempurna. Terpampang sepenuhnya untuk
dipandang sepuasnya oleh diriku
Aku bersiap untuk bangkit, tetapi gerakannya terhenti karena Andi Soraya cepat sekali mengangkat telunjuknya dan berdesah seksi,
"Ssst.., jangan beranjak.., tetap di tempatmu..".
Aku kembali duduk, dan lalu membelalakkan mataku melihat apa yang sedang dikerjakan Andi Soraya.
Andi
Soraya memasukkan satu jari tengahnya ke mulutnya. Pelan sekali, dengan
gaya seksi, wanita itu menyedot-nyedot jarinya sendiri, membuatnya
basah dari ujung sampai ke pangkalnya. Lalu, Andi Soraya menggunakan
jari yang basah itu untuk membuat sebuah alur. Pelan-pelan ia
mengguratkan jarinya dari dagu, turun ke leher, turun ke antara dua
bukit payudaranya, berputar naik ke salah satu putingnya yang segera
bereaksi tegak lalu turun lagi ke perutnya, berputar-putar di pusarnya
lalu terus turun. Aku menelan ludah dan menahan nafas. Jari itu terus
turun ke selangkangan menyerong sedikit untuk melintas cepat di lepitan
pertemuan antara paha dan pinggulnya lalu menyelinap di antara dua bibir
kewanitaannya. Naik ke atas sampai ke lepitan yang menyembunyikan
tombol asmaranya berputar sejenak di sana lalu turun lagi.
Mulut
Andi Soraya terbuka sedikit, senyumnya menghilang. Wanita sensual ini
tadinya hendak menghapuskan gerakan ini dari acting-nya. Tetapi entah
kenapa kini ia ingin melakukannya
Nafasku memburu keras. Aku
sudah sangat terangsang oleh semua pertunjukkan Andi Soraya, tetapi kali
ini benar-benar aku nyaris tak tahan karena apa yang dilakukan Andi
Soraya. Wanita yang selalu menggiurkan bagiku itu melakukan hal yang tak
terduga, merangsang dirinya sendiri di hadapanku. Betapa erotiknya
pemandangan itu.., melihat seseorang selingkuhan merangsang dirinya
sendiri, terbuka tanpa tedeng aling-aling menikmati jarinya yang lentik
turun naik menelusuri lembah cintanya.
Dan Andi Sorayapun
merasakan darahnya berdesir cepat ketika perlahan-lahan kenikmatan
datang dari gerakannya sendiri. Ia sendiri tak kuasa lagi mencegah
gerakan tangannya, yang seakan-akan secara otomatis naik turun sepanjang
kanal senggamanya. Pelan-pelan kanal itu semakin basah, dan semakin
lancarlah perjalanan sang jari yang lentik.
Untuk beberapa saat
Aku ragu-ragu, apakah aku harus membantu? pikirku. Tetapi aku lalu
memutuskan untuk duduk saja menonton gerakan-gerakan erotis itu. Wajah
Andi Soraya kini merona merah, dan matanya meredup sayup. Mulutnya
semakin terbuka, dan nafasnya mulai terdengar memburu. Berkali-kali ia
kelihatan menggeliat tertahan, terutama jika ujung jarinya seperti tak
sengaja menyentuh bagian atas kewanitaannya.
Andi Soraya tak bisa
menahan sebuah erangan keluar dari mulutnya. Sejenak ia memejamkan
mata, mengurut-urutkan jarinya agak lebih keras di kanal cintanya.
Beberapa kali ia melakukannya. Lalu ia membuka mata kembali, memandangku
yang masih duduk dengan wajah terpesona. Ia tersenyum manis. Sambil
tetap tersenyum, cepat-cepat ia bangkit dan melangkah menuju kamar.
Gerakan ini dilakukan tiba-tiba, karena memang dimaksudkan sebagai
surprise.
Aku tersentak ketika menyadari Andi Soraya telah hampir
sampai di kamar. Aku ragu-ragu, apakah sudah boleh berdiri dan ikut ke
kamar? Aku hendak bertanya, ketika dilihatnya Andi Soraya berhenti di
ambang pintu dan menengok ke arahnya dengan gaya manja campur genit.
Lalu Andi Soraya berkata pelan nyaris berbisik, "Kalau mau masuk, ketok
pintu dulu, ya!".
Belum sempat Aku mencerna ucapan itu, Andi
Soraya sudah menghilang masuk kamar dan menutup pintu. Ketika terdengar
suara kunci diputar, barulah Aku terlonjak bangun. Cepat-cepat aku
melangkah ke kamar, dan mengetuk. Satu kali, tidak ada reaksi. Dua kali,
hanya terdengar Andi Soraya bergumam tak jelas. Tiga kali, terdengar
langkah menuju pintu. Empat kali, terdengar suara Andi Soraya menggoda
dari balik pintu,
"Siapa itu?".
"Buka, dong, Yang..", ujarku dengan gaya memelas.
"Nanti dulu, saya pakai baju dulu.." kata Andi Soraya sambil menahan tawa.
"Aku nyerah, Yang.., Please jangan pakai baju lagi.." kata Aku betul-betul penuh dengan permohonan yang tulus.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar