Aku kali ini agak sedikit “berani”. Perlahan aku meraba
payudaranya. Awalnya tanganku ditepis, lalu aku pun merabanya lagi. Kali
ini malah dibiarkan. Kugesek-gesek bongkahan empuk itu, dan kurasakan
puting mengeras dari branya yang tebal dan daster itu. Berikutnya, aku
pelorotkan sedikit celanaku, dan peniskupun muncul.
“Ih, Kinan, apa-apaan sih?”, tanyanya.
“Lho, ndak ngapa-ngapain tante koq”, kataku.
“Itu koq dikeluarin?”, tanyanya.
“Kinan sudah lama ndak onani tante, pingin onani sambil memegang tante”, kataku. “Plis tante, sudah kepalang tanggung nih”
Tanteku menelan ludah melihat penisku yang mengacung dan keras.
“Kalo nggak boleh ya tante saja yang ngocokin”, sebenarnya aku cuma bercanda.
“Baiklah”, katanya mengejutkan.
Mulanya
aku nggak percaya, tapi ia amati seksama barang ajaib itu.
Perlahan-lahan ia pegang dengan jemarinya yang halus itu. Lalu
perlahan-lahan ia kocok dengan lembut sampai helm-ku mengeras. Ndak cuma
itu, buah pelerku diremas-remas juga. Ohhh….nikmat sekali. Baru kali
ini penisku dipegang cewek. Apalagi tanteku sendiri. Aku mulai meraba
toketnya. Ia tak protes. Ia pun mulai gelisah setelah lama mengocok
punyaku.
“Tante boleh ya buka bajunya?”, tanyaku.
“Eh…ee…i…iya”, katanya.
Ohh my goossh…
Ia membuka dasternya dan jilbabnya.
“Jilbabnya nanti saja tante”, kataku.
Ia
heran, tapi tak peduli. Ia kembali lagi mengurut tongkolku. Aku pun
makin bergairah setelah melihat bra-nya dan cd-nya yang berwarna hitam
tipis itu. Aku mencium bau harum, lalu mulai mencium bibirnya. Fuck,
kami benar-benar berpanggutan, ia masih mengocok penisku dan aku meremas
toketnya. Toketnya luar biadab. mungkin ukurannya 35D. Kami benar-benar
berciuman, saling menjilat lidah kami. Lalu aku pun membuka pengait
bra-nya. Tuing! dada itu menggantung. Ohh…indahnya, putingnya coklat,
keras dan kencang. Dadanya putih sekali dan harum. Aku menggigit-gigit
toket itu, lalu menyusunya.
“Oh…kinan…ahh….ahhh….terus nak, oh,
lupakan aku ini tantemu. Ohh…iya, netek ke tante ya”, katanya merancau.
Ia ternyata sudah haus sex.
Ndak butuh lama koq sekarang aku
sudah menelanjanginya selama ia menikmati sensasi rangsangan di
toketnya. Lalu perlahan aku cium perutnya, ia merebahkan diri ke sofa
yang empuk dan panas itu. Kini kulebarkan kedua pahanya. Tampak rambut
yang tipis menghiasi vaginanya, ohh. ternyata ia rajin mencukur. Akupun
menyapunya, kujilati apa yang bisa dijilat di tempat itu. Ia meremas
kepalaku, rambutku dijambaknya, dan kedua pahanya mengapitku erat, aku
tak berhenti. bahkan klitorisnya kusapu, kuhisap, kulumat, dan
kugigit-gigit gemas. Lidahku menyeruak ke dalam lubangnya, rasa asin
pelumasnya tak kuhiraukan lagi. Bau khas wanitanya pun sekarang melekat
di bibirku.
“Ahhh…Kinan jangan, aaahhh….geli…aaaarggh….maaf
kinan, tapi tante keluar….AAAAHHHHH”, desahan panjang membuatku
tersentak. Saat itulah ia terkencing-kencing, aku menghindar. Tampak
sofa banjir dengan air orgasmenya. Nafasnya tersengal-sengal. Aku belum
disepong nih, pikirku. Segera aku menempatkan pahaku di antara
kepalanya. Ia mengerti yang kuinginkan. Dengan mata setengah terbuka
karena kenikmatan orgasme ia pun menjilati kepala penisku. OOOHHH….fuck
tanteku ini. Ia jago banget. Ia mengurut penisku sampai ke pangkal jadi
tampak penisku mengeras hebat dan ia keluar masukkan kepala penisku
hingga separuh ke mulutnya. Ia lakukan itu sambil menyedotnya. Sesekali
ia menjilati ujung lubang kencing, ia putar-putar lidahnya di sana.
Oh….kalau begini aku bisa jebol nih.
“Udah sayang, aku mau masukin ke tempat itu. Masih perjaka nih”, kataku.
Ia
mengerti. Dibukanya pahanya. tampak vagina itu sangat basah dan becek,
Aku bersiap di atas, gaya misionari. Ia masih pakai kerudungnya, lalu
aku lepas kerudung itu, tampaklah rambutnya yang sedikit berombak, yang
aku tak pernah melihatnya kecuali dari videoku itu. Kini wanita ini
pasrah dan menginginkanku.
“Cepat masukin Kinan, tante udah nggak tahan nih”, katanya.
“baiklah tante, tapi kira-kira kita sekarang ngapain tan?”
“ayolah kinan, fuck me kinan, fuck you! entotin tantemu ini”
“apakah tante ini jadi pelacur sekarang?”
“iya, tante ini sekarang jalang, pingin kontolmu, ayo kontolin tante.”
Aku
lega mendengar rancauannya itu. Ia benar-benar haus sex. Jadi SLEEBB!
Ouuwwwww…fuck!! Ia mengunci kakinya ke pinggangku. Ia menaikkan
pantatnya, otomatis punyaku masuk seluruhnya. Walaupun sudah punya 2
anak, tapi vaginanya sangat rapet, mungkin karena tak pernah dipakai.
Perutnya yang rata itu membuatku bernafsu dan…owww…aku goyang akhirnya.
Jemari kami saling menyatu. tanteku tak mau lepas dariku, ia mengoyak
penisku sepertinya, dan aku menggerakkan maju mundur. Oh tidak, aku mau
keluar rasanya, baru 2 menit padahal.
“Tan, ndak kuat nih…ahh….ahh…AHHH”, kataku
“Keluarin nggak apa-apa, aaahh…”, katanya.
Dan
CROOOOTTT, entah berapa kali tembakan yang pasti tembakan perjaka yang
dhaysat. Keras, dan banyak. Tanteku sampai tersentak merasakannya, ia
membelalak, dan melihatku sambil mengerutkan dahinya. Ia melirik ke
bawah sana. Ia meraba dengan jemarinya pangkal penisku yang masuk penuh.
Lama kami diam, tanteku memejamkan matanya, menikmati
setetes-demi-setetes sperma yang membasahi rahimnya setelah 3 tahun
tidak pernah dibasahi. Aku tak mencabut punyaku sampai penisku mengecil
sendiri. Aku lalu menarik tubuh tanteku dan kupangku. Ia memelukku, dada
kami menyatu dan aku menciumi bibirnya.
“Kinan, ….kita tak boleh begini harusnya”, katanya.
“Tapi aku cinta tante”, kataku.
“Oh…kinan, ponakanku ini sekarang jadi suamiku”, katanya.
Aku
meremas toketnya lagi, kami berpanggutan. Lama aku begitu, mungkin
sepuluh menit, hingga punyaku mengeras lagi. Kali ini aku suruh dia
nungging. Dengang doggy style, kami lebih lama lagi bercinta. Hasil
akhirnya 4 ronde kami puas, sofa itu basah sekali, oleh keringat, dan
pejuh. Total sehari penuh, tidak, 2 hari 3 malam, aku meladeni tante
Nisa yang rupanya good in bed.
Hari ini Irma dan Yulita pulang ke
rumah. Nanti siang kami akan menjemput mereka di sekolah. Setelah itu
aku akan pergi dari rumah tante Nisa tercinta. Hari itu tante sedang
berdandan siap untuk pergi.
“Sayang”, kataku.
“Hai, sayang”, katanya. Kami sudah tidak ribut lagi panggilan apapun. Asal di luar rumah sikap kami harus dirahasiakan.
“Hisap dong”, kataku sambil memelorotkan celanaku. Ia tersenyum.
Kini
tante Nisa sedikit agak nakal dalam masalah sex. Ia berlutut sambil
mengulum penisku. Aku memaju mundurkan pantatku mencari celah lidahnya.
rambutnya kuremas-remas. Setelah 10 menit kemudian.
“Ohhh, nisa, ooohh…pejuhku keluar!!”, kataku.
Muncratlah semuanya di dalam mulutnya. Ia menjilati spermaku, dihabiskannya dan ditelannya.
“udah ah, pagi-pagi koq udah ginian. Nanti kamu pulang lho jangan lupa”, katanya.
“Rasanya ndak ingin pulang aku”, kataku.
“Hush ndak boleh gitu. Kan setelah ini kita masih bisa bersama lagi”, katanya.
“Iya sih”,
“Oya ada satu hal yang ingin kusampaikan”, katanya.
“Apa Nisa?”
“Aku masih subur, jadi…kalau nanti hamil bagaimana ya?”, tanyanya.
“Lho? waduh….”, aku terkejut.
Ia tersenyum. “Nggak apa-apa, toh kamu yang jadi bapaknya”
Ia masih mengurut-urut penisku, lalu ia jilati sisa-sisa sperma yang masih melekat di ujung lubangnya.
Hal itulah yang membuatku berpikir keras.
****
Ibuku
sangat kangen padaku. Ketika aku datang ia langsung memelukku. Saking
kangennya aku mau makan dimanapun ia bakal mentraktirku.
“Kamu mau apa sekarang Kinan? Ibu bakal ngasih deh”, katanya. yang bener?
“Masa’ sih?”, tanyaku.
“Iya,
mau makan di restoran mana ibu akan kasih, soalnya ibu kangen sama anak
ibu ini”, katanya sambil memelukku. Dadanya yang besar serasa sesak di
perutku. Aku lebih tinggi darinya.
“Kalau permintaan yang lain gimana?”, tanyaku.
“Apa?”, tanyanya.
“Semisal kepingin tidur sama ibu telanjang gitu?”, tanyaku sambil tersenyum.
Ibuku tampak sedikit kaget dan mengerutkan dahi.
“Sekarang?”, tanyanya.
“Iyalah”, kataku.
Ia lalu mengunci pintu lalu melepaskan bajunya satu per satu. WTF?
“Ayo, katanya mau tidur ama ibu telanjang?”, tanyanya menantang.
Entah
ibuku gila atau nggak, tapi aku nurut saja. Aku juga telanjang sama
seperti beliau. Kami pun tidur di kamarku. Ibuku tidur miring
dihadapanku. Tatapan mata kami penuh arti, disatu sisi ia kangen, di
sisi lain aku berdebar-debar. Aku baru kali ini melihat lagi tubuh
moleknya ibuku tanpa sehelai benang pun. Aku menelan ludah sampai ibuku
mendengarnya. Dadanya besar, putingnya coklat, rambut di vaginanya
tampak lebat. Tapi ketiaknya mulus.
“Boleh Kinan meluk ibu?”, tanyaku.
“Ya bolehlah, kenapa emangnya?”, tanyanya.
“Ah,
nggak apa-apa bu”, kataku. Akupun memeluknya. Dadanya menempel di
dadaku. dahi kami bersentuhan, penisku menempel di perutnya. Rasa hangat
yang kurasakan.
“Kamu sudah dewasa ya Kinan”, katanya. “Ibu kangen sekali”
“Kinan
juga”, kataku. Aku perlahan-lahan menempelkan bibirku ke bibirnya. Kami
berciuman. Kumulai berani membelai punggungnya, lalu meremas bongkahan
pantatnya. Kontolku sudah tegang sekali, kuyakin ibu juga merasakannya.
Apa ibu ndak tahu hal ini? Kami berciuman, dan saling berpanggutan.
“Udah kinan, koq kita malah ginian seh?”, tanya ibu.
“Tapi kinan kepingin bu”, kataku.
Ibuku terdiam sesaat, tampaknya ia berpikir keras.
“Ibu lama ndak beginian, Kinan ndak keberatan jadi partner sex ibu? Sudah terlanjur begini”, katanya.
What? “Ya ndaklah, kinan sudah lama juga kepingin ngentotin ibu sendiri”
Ibu
tersenyum, tanpa babibu, kami langsung mengulum satu sama lain. Nafas
ibu memburu, ia tak ingat siapa aku lagi, aku juga demikian. Aku sudah
tak tahan untuk bisa menyusu kepadanya. Bibirku pun menancap di puting
susunya. Kuhisap kuat-kuat sambil kumainkan dengan lidahku.
“Ohh….iya nak, begitu seperti kamu bayi dulu….aahhhhh”, kata ibuku.
Aku
terus mengulum dan meremas payudaranya bergantian. Aku hisap kuat-kuat
seolah-olah di dalam dadanya itu masih ada ASI, entah itu ASI atau
tidak, tampaknya aku mengeluarkan sesuatu dari putingnya, rasanya agak
manis dan asam. Kemudian beliau tidak tinggal diam begitu saja, punyaku
diremas-remas dan diurut-urut. Merasa keenakan dengan hal ini, aku
sedikit berani untuk memasukkan jemari tanganku ke lubang memeknya yang
jarang ditumbuhi bulu itu. Hangat. Itulah tempatku dulu keluar, dan
sekarang ini aku bakal menikmatinya. Tanganku aku masuk dan keluarkan,
sehingga seolah-olah malah tampak seperti mengocok sesuatu. Lama sekali
aku menyusu sambil mengoyak vaginanya dengan jemariku. Ia pun hanya
mengeluh ah dan uh saja.
Aku lalu bangun, lalu duduk di atas
dadanya. Buah pelerku menyentuh perutnya bagian atas. Dan punyaku tegak
mengacung ke wajahnya. Punyaku panjang, dan menyentuh bibirnya,
seolah-olah ia faham maksudku. Ia meremas tokednya, lalu dikempitnya
batangku itu. Ohh…nikmatnya. Hangat sekali, apalagi ditambah ia
menjilati lubang kencingku. Ia terus memijat-mijat dadanya, sementara
kepala penisku dijilati. Aku terangsang sekali, tetesan sedikit mani
keluar dari lubang kencingku. Beliau melihat wajahku.
“Waah….kinan jadi anak nakal sekarang ya, gituin ibu”, katanya.
“Habis ibu mau sih”, kataku.
“Minggir dulu sayang”, katanya.
Aku
mengerti lalu minggir ke samping. Kini aku berlutut, dan beliau
langsung dengan rakusnya mengulum separuh penisku. Kepalanya maju mundur
memompa penisku. Ohh…tidak, enak banget. Lidahnya menari-nari di kepala
penisku, seolah-olah tak mau lepas dari situ. Aku berkali-kali berkata,
“Ohh..mom, fuck mom, fuck! enak banget…ahh….”
“Sudah, sudah bu, Kinan malah keluar nanti klo sampai begini”, kataku.
Ibuku menghentikan aktivitasnya. Sekarang aku serasa lemas, tapi kemudian jadi bersemangat ketika beliau balik badan menungging.
“Kinan, tolong, masukkan ya?! please….masukkan punyamu yang gedhe itu nak”, katanya.
Tanpa
babibu langsung, SLEEEBBB! Wah mantab, pas! Aku lalu bergerak maju
mundur. Tapi tampaknya ibu tak ingin berlama-lama begini, ia sepertinya
sudah mau keluar, tampak ia menggoyang sendiri pinggulnya. Punyaku
serasa dikoyak-koyak, ohh…nikmatnya. Gila, klo gini terus aku bakal
ngecret di tempat aku dibuat dulu. AHHH….Tuh kan, aku sempat nyemprot
sekali, tapi aku tahan sekuat tenaga agar jangan keluar dulu, nunggu
beliau keluar dulu.
“Ohh…tidak bu, ahh….nggak tahan…Kinan ndak tahan, terlalu nikmat”, kataku.
“Tenang
Kinan, ibu mau keluar nih…aaaaaahh…ahh..ah…ahhh.oh….ohh…aaaaaa
AAAHHHH”, jeritan panjang ibuku sambil pantatnya bergetar menandakan ia
telah orgasme, punyaku serasa dijepit oleh daging yang kenyal. Aku
meremas tokednya, sambil terus maju-mundur, dan akupun tak sanggup lagi.
“Aduh…aduh…aduh…gimana ini, di luar apa di dalem?”, tanyaku.
“Dalam gak papa”, katanya.
“AAAAHHHHH”,
CROOOT..CROOOTTT….CROOOTTT….perlu diketahui, aku nyembur banyak sekali.
Lebih dari sepuluh tembakan, Ibuku lemas tengkurap, sambil pantatnya
masih menungging, membiarkan penisku mendapatkan sensasi kenikmatan.
Penisku sangat ngilu, ketika aku cabut dari lubang itu. Cairan kental
putih mengalir dari lubang yang aku semproti tadi. Mengalir ke paha,
lalu jatuh di sprei. Aku lalu berbaring di sebelah ibuku. Aku KO, dan
tertidur.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar