Bibirku terus bermain di bibir Mbak Titis beberapa lama. Kurasakan
tangan Mbak Titis meremas lembut kemejaku. Aku mencoba melingkarkan
tanganku di punggung Mbak Titis. Kuusap perlahan punggungnya sambil
terus memainkan bibirku. Lidahku mulai menerobos masuk ke dalam mulut
Mbak Titis. Bibir Mbak Titis lembut sekali, wangi dan itu membuatku
semakin bernapsu.
Lidahku semakin liar bermain. Kuciumi lagi bibirnya, hidungnya,
matanya, keningnya, pipinya, dagunya. Dan semuanya terasa lembut. Napas
Mbak Titis semakin memburu. Tanganku bergerak ke bawah mencari2 tali
kimono. Setelah ketemu, kuloloskan talinya pelan. Ketika berhasil
kulepaskan, kimono tersebut merosot sedikit menjuntai ke lantai.
Kumundurkan tubuhku dan nampaklah pemandangan yang sangat indah yang
sering kubayangkan selama ini. Mbak sudah tidak memakai bra dan cd.
Payudara yang selama ini hanya ada dalam imajinasiku kini terpampang
jelas di hadapanku. Tampak puting yang kecil berwarna coklat dan merah
muda pada ujungnya. Bener-bener sesuai ama yang kuharapkan. Payudaranya
kecil, mungkin ukuran 34a. Tapi aku suka banget ama yang segitu.
“Dimas Kenapa berhenti?”, ucapnya lirih seraya matanya yang sayu
memandangku. Tanpa pikir panjang kuhampiri Mbak Titis dan berlutut di
depannya. Aku membungkuk dan mencium lembut jari kaki sebelah kirinya
sementara tangan kananku membelai lembut betis kanan Mbak Titis. Yang
kudengar saat itu hanya lenguhan nikmat dari Mbak Titis. Kudongakkan
kepalaku menatap Mbak Titis. Mbak Titis hanya menatapku sayu dengan
nafas yang memburu. Kuarahkan perhatianku lagi ke bawah. Kuciumi lagi
kaki kiri dan kanan berganti sementara tanganku mengusap lembut
betisnya. Mbak Titis terus mendesis sampai suatu saat Mbak Titis hampir
terduduk karena menahan kenikmatan dari ciuman dan belaian di betisnya.
Aku bangkit dan kusandarkan tubuh Mbak Titis di tembok dapur dengan
posisi tubuh berdiri. Aku berlutut lagi dan kini yang menjadi sasaranku
adalah pahanya. Kuciumi pelan paha kanan Mbak Titis. Tangan kanan Mbak
Titis mencengkeram tembok. Kuciumi terus mulai dr atas lutut sampai
mendekati pangkal pahanya. Tercium aroma yang membuatku semakin mabuk
asmara ketika menciumi sekitar pangkal paha. Mbak Titis berusaha
mengatupkan pahanya tapi aku menahannya dengan kedua tangan supaya tetap
terbuka. Ciumanku pindah ke paha yang kiri sementara tangan kananku
bergerak ke atas ke wilayah perut dan mengusap pelan dengan ujung
jariku. Mbak Titis semakin mendesis tidak karuan.
“Oh… Mas… Shh… sh…”
Ciumanku terus naik mendekati pangkal pahanya. Dengan gerakan sedikit menyentak kurenggangkan lagi paha Mbak Titis.
Oughhh… Mbak Titis melenguh panjang menerima perlakuanku yang tiba2.
Kupandangi sejenak gundukan di depanku. Jembutnya lebat sekali dan
baunya wangi. Sambil tetap memegangi kedua lutut Mbak Titis, kujulurkan
hidungku menyapu jembutnya. Tubuh Mbak Titis bergetar menerima sapuan
hidungku. Tampak samar belahan daging dan kucoba menjilat pelan membelah
hutan jembut yang lebat itu.
“Ouhh… Mas…”, tangannya meraih rambuntuku dan menjambak pelan. Lidahku
terus menjilat mencari-cari daging nikmat. Kurasakan ada cairan menempel
dilidahku. Gurih terasa di muluntuku. Muluntuku pun mulai menghisap
gundukan indah Mbak Titis.
“oh… Sshh… Sshh… Mas… enak banget mas…”, desah Mbak Titis. Desahan
itu membuatku semakin ganas. Penisku sudah tegang dari tadi tapi aku
masih ingin bermain dengan Mbak Titis. Hisapanku di vagina Mbak Titis
semakin liar. Sementara Mbak Titis meliuk-liuk menerima serangan di
vaginanya.
“mas.. Kamu kok pinter banget sih…”, kata Mbak Titis manja. Aku hanya tersenyum aja mendengarnya.
Perlahan ciumanku naik ke perut Mbak Titis. Tidak lama di situ aku
berniat untuk langsung menyerbu tetek Mbak Titis. Aku segera bangkit.
Kupandangi sejenak tetek Mbak Titis yang sedari tadi belum kusentuh sama
sekali. Lalu kupandangi wajah Mbak Titis, titik2 keringat bermunculan
di keningnya. Kumajukan wajahku ke arah tetek Mbak Titis, tanpa
mengalihkan pandangan dari matanya. Sampai di tetek yang sebelah kiri
kukecup pelan putingnya. Mbak Titis mendongakkan wajahnya menerima
sensasi kecil di putingnya. Kukulum puting tetek kiri Mbak Titis. Terasa
hangat di dalam muluntuku. Mbak mulai mendesis lagi. aku jadi inget
dengan mantanku cewek berjilbab di kampung.
“terusin mas… terusin”,
Aku semakin gencar mengulum puting tetek Mbak Titis. Sesekali kusedot dengan keras.
“Ahh.!” Mbak Titis berteriak kecil.
Aku melirik ke tetek yang sebelah kanan. Segera kuarahkan bibirku ke
puting kanan. Perlakuanku beda kali ini. Aku menyerbu tetek kanan Mbak
Titis dengan sangat liar sementara tangan kananku meremas-remas dengan
kuat tetek yang kiri. Menerima perlakuanku yang berubah drastis, Mbak
Titis berteriak keras dengan menggoyangkan kepalanya kiri kanan.
Keliaranku itu bertahan selama 10 menitan sementara penisku sengaja
kugesek-gesekkan ke vagina Mbak Titis.
Mbak Titis terus menerus meracau. Tidak jelas apa yang diucapkan. Aku
sudah tidak tahan lagi. Segera kubalik tubuh Mbak Titis kupaksa untuk
menungging. Mbak Titis menahan tubuhnya dengan tangan di tembok.
Kuarahkan penisku ke vagina Mbak Titis. Pelan aku coba menerobos liang
vagina Mbak Titis. Agak susah juga mencari posisi lubang vagini Mbak
Titis. Setelah beberapa saat akhirnya penisku sudah berada dalam jepitan
vagina Mbak Titis.
“Mbak…” aku menahan sebentar penisku. Mbak Titis melenguh panjang.
“ouhh…hss…mas…”
aku segera menarik penisku pelan sampai tersisa kepalanya dalam
vaginanya. Lalu kutusuk lagi dengan gerakan cepat. Mbak Titis lagi-lagi
melenguh panjang. Kulakukan berulang kali sampai 15 menit. Tanpa
berganti posisi aku percepat gerakanku. Tanganku kubiarkan bebas
menggantung. Penisku terus kupacu di dalam vagina Mbak Titis. Sampai
suatu ketika tubuh Mbak Titis mengejang hebat dan Mbak Titis melolong
hebat merasakan orgasme pertamanya. Tubuh Mbak Titis masih bergetar
beberapa saat. Aku harus menahan tubuhnya karena seperti mau terjatuh ke
lantai. Sebenarnya aku juga sudah hampir sampai tapi sekuat tenaga aku
bertahan. Aku tidak mau permainan ini cepat selesai.
Kudiamkan sebentar penisku di dalam vagina Mbak Titis dan membiarkan Mbak Titis mengatur napasnya, menikmati orgasmenya.
Beberapa saat kemudian, aku melanjuntukan lagi serbuanku ke vagina Mbak Titis.
“Oh…uh…oh…uh”, suara Mbak Titis keenakan.
“Mas, enak banget”, tambahnya lagi. Tangan kirinya meraih tangan kiriku
dan meletakkannya di teteknya. Spontan kuremas tetek Mbak Titis. Sensasi
di dua wilayah sensitifnya membuatnya menggelinjang ga karuan.
Sodokanku di vaginanya kupercepat sementara remasanku semakin kuat di
teteknya. Akhirnya, aku mengeluarkan senjataku yang terakhir. Tangan
kananku yang bebas kuarahkan ke lubang anusnya. Kuludahi anusnya dan
kuusap keras bagian anus Mbak Titis. Sekarang 3 bagian sensitifnya habis
aku garap. Mbak Titis semakin melolong tidak karuan. Kepalanya
terayun-ayun menambah keseksiannya. Badannya terus terguncang-guncang
menerima sodokan penisku. Aku pun mulai kacau merasakan sensasi di
penisku.
“Mbak, enak banget Mbak”, cerocosku.
“heh…uh… terusin mas. Ahh…”
Jariku mencoba menerobos ke liang anus Mbak Titis. Aku tidak berani
terlalu dalam. Takut menyakiti Mbak Titis. Penisku masih terus
menghunjam di vagina Mbak Titis. Sampai akhirnya aku merasakan gelombang
sangat kuat yang siap menerobos keluar dari penisku.
“Mbak… Aku dah mo keluar Mbak… Mphhh…”
Iiiiyyaaaa maasss… mbak juga… aaayooo masss…”
Kupercepat gerakanku. Penisku terus menerobos vagina sampai akau tidak kuat lagi menahan gejolakku…
Croot…croot…croot… Ah… Ah… Ah…
Gerakan penisku kuhentikan di dalam vagina Mbak Titis. Dan tubuh Mbak
Titis pun bergetar sangat hebat. Tangan kirinya mencengkeram tangan
kiriku yang bermain di teteknya dengan sangat kuat.
“AHHH… DIMAAASSSSHHHHH”, teriaknya memenuhi ruangan dapur.
Kujatuhkan kepalaku ke punggung Mbak Titis. Kutarik penisku pelan-pelan,
dan kuhunjamkan lagi ke dalam vagina Mbak Titis tapi dengan gerakan
yang sangat pelan. kedua tanganku meremas lembut tetek Mbak Titis.
Nikmat banget. Sumpah nikmat banget. Kuciumi pelan punggung Mbak Titis
sementara Mbak Titis masih berguncang-guncang menerima orgasmenya.
Setelah beberapa saat, aku tetap membiarkan penisku bertahan di dalam
vagina Mbak Titis. Lalu, pelan-pelan kutarik penisku. Mbak Titis
melenguh merasakan gesekan pelan di vaginanya.
“Mbak… Nikmat banget. Mbak cantik sekali”, bisikku pelan.
“Dimas… Kamu hebat. Hhh…mbak nggak ngira kamu mau ama mbak”, katanya
sambil membalikkan tubuhnya dan kini duduk terkulai lemas di lantai.
Aku tersenyum aja mendengarnya.
“Kapan-kapan, kalo mbak pengen, Dimas mau ya nemenin Mbak lagi?”
“Mmmmm… Siap Mbak! Apapun buat Mbak!”, jawabku sambil berkelakar.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar