Mulutnya kemudian menciumi kejantananku, sementara tangannya memegang
pinggangku dan mengusap kantung zakarku. Lama kelamaan ciumannya berubah
menjadi jilatan dan isapan kuat pada kejantananku. Kini ia mengocok
kejantananku dengan mengulum kejantananku dan menggerakan mulutnya maju
mundur.
Aliran kenikmatan segera saja menjalari seluruh tubuhku. Tangannya
menyusup ke bajuku dan memainkan putingku. Kubuka kancing bajuku agar
tangannya mudah beraksi di dadaku. Kuremas rambutnya dan pantatkupun
bergerak maju mundur menyesuaikan dengan gerakan mulutnya.
Aku tak mau menumpahkan sperma dalam posisi ini. Kuangkat tubuhnya dan
kini dia dalam posisi berdiri sementara aku duduk di tepi ranjang. Tanpa
kesulitan segera saja kubuka celana panjang dan celana dalamnya. Rambut
kemaluannya agak jarang dan berwarna kemerahan.
Kemaluannya terlihat sangat menonjol di sela pahanya, seperti sampan
yang dibalikkan. Ia membuka kausnya sehingga sekarang tinggal memakai
bra berwarna biru.
Kujilati tubuhnya mulai dari lutut, paha sampai ke lipatan pahanya.
Sesekali kusapukan bibirku di bibir vaginanya. Lubang vaginanya terasa
sempit ketika lidahku mulai masuk ke dalam vaginanya.
Ia merintih, kepalanya mendongak, tangannya yang sebelah menekan
kepalaku sementara tangan satunya meremas rambutnya sendiri. Kumasukan
jari tengahku ke dalam lubang vaginanya, sementara lidahku menyerang
klitorisnya. Ia memekik perlahan dan kedua tangannya meremas payudaranya
sendiri. Tubuhnya melengkung ke belakang menahan kenikmatan yang
kuberikan. Ia merapatkan selangkangannya ke kepakalu. Kulepaskan bajuku
dan kulempar begitu saja ke lantai.
Akhirnya ia mendorongku sehingga aku terlentang di ranjang dengan kaki
masih menjuntai di lantai. Ia berjongkok dan, “Sllruup..”. Kembali ia
menjilat dan mencium penisku beberapa saat. Ia naik keatas ranjang dan
duduk diatas dadaku menghadapkan vaginanya di mulutku.
Tangannya menarik kepalaku meminta aku agar menjilat vaginanya dalam posisi demikian.
Kuangkat kepalaku dan segera lidahku menyeruak masuk ke dalam liang
vaginanya. Tanganku memegang erat pinggulnya untuk membantu menahan
kepalaku. Ia menggerakan pantatnya memutar dan maju mundur untuk
mengimbangi serangan lidahku.
Gerakannya semakin liar ketika lidahku dengan intens menjilat dan
menekan klitorisnya. Ia melengkungkan tubuhnya sehingga bagian
kemaluannya semakin menonjol. tangannya kebelakang diletakan di pahaku
untuk menahan berat tubuhnya.
Ia bergerak kesamping dan menarikku sehingga aku menindihnya. Kubuka
bra-nya dan segera kuterkam gundukan gunung kembar di dadanya. Putingnya
yang keras kukulum dan kujilati. Kadang kumisku kugesekan pada ujung
putingnya. Mendapat serangan demikian ia merintih “Jokaw, ayo kita
lakukan permainan ini, Masukan sekarang..”.
Tangannya menggenggam erat penisku dan mengarahkan ke lubang vaginanya.
Beberapa kali kucoba untuk memasukannya tetapi sangat sulit. Sebenarnya
sejak kujilati sedari tadi kurasakan vaginanya sudah basah oleh
lendirnya dan ludahku, namun kini ketika aku mencoba untuk melakukan
penetrasi kurasakan sulit sekali.
Penisku sudah mulai mengendor lagi karena sudah beberapa kali belum juga
menembus vaginanya. Aku ingat ada kondom di laci meja, masih tersisa 1
setelah 2 lagi aku pakai tadi malam, barangkali dengan memanfaatkan
permukaan kondom yang licin lebih mudah melakukan penetrasi. namun aku
ragu untuk mengambilnya, Anis kelihatan sudah di puncak nafsunya dan ia
tidak memberikan sinyal untuk memakai kondom.
Kukocokkan penisku sebentar untuk mengencangkannya. Kubuka pahanya
selebar-lebarnya. Kuarahkan penisku kembali ke liang vaginanya.
“Jokaw.. Kencangkan dan cepat masukkan,” rintihnya.
Kepala penisku sudah melewati bibir vaginanya. Kudorong sangat pelan.
Vaginanya sangat sempit. Entah apa yang menyebabkannya, padahal ia sudah
punya anak dan menurut ceritanya penis suaminya satu setengah kali
lebih besar dari penisku. Aku berpikir bagaimana caranya agar penis
suaminya bisa menembus vaginanya.
Penisku kumaju mundurkan dengan perlahan untuk membuka jalan nikmat ini.
Beberapa kali kemudian penisku seluruhnya sudah menembus lorong
vaginanya. Aku merasa dengan kondisi vaginanya yang sangat sempit maka
dalam ronde pertama ini aku akan kalah kalau aku mengambil posisi di
atas. Mungkin kalau ronde kedua aku dapat bertahan lebih lama. Akan
kuambil cara lain agar aku tidak jebol duluan.
Kugulingkan badannya dan kubiarkan dia menindihku. Anis bergerak naik
turun menimba kenikmatannya. Aku mengimbanginya tanpa mengencangkan
ototku, hanya sesekali kuberikan kontraksi sekedar bertahan saja supaya
penisku tidak mengecil.
Anis merebahkan tubuhnya, merapat didadaku. Kukulum payudaranya dengan
keras dan kumainkan putingnya dengan lidahku. Ia mendengus-dengus dan
bergerak liar untuk merasakan kenikmatan. Gerakannya menjadi kombinasi
naik turun, berputar dan maju mundur. Luar biasa vagina wanita Arab ini,
dalam kondisi aku dibawahpun aku harus berjuang keras agar tidak kalah.
Untuk mempertahankan diri kubuat agar pikiranku menjadi rileks dan
tidak berfokus pada permainan ini.
15 menit sudah berlalu sejak penetrasi. Agaknya Anis sudah ingin
mengakhiri babak pertama ini. Ia memandangku, kemudian mencium leher dan
telingaku.
“Ouhh.. jokaw, kamu luar biasa. Dulu dalam ronde pertama biasanya
suamiku akan kalah, namun kami masih bertahan. Yeesshh.. Tahan dulu,
sebentar lagi.. Aku..”.
Ia tidak melanjutkan kalimatnya. Aku tahu kini saatnya beraksi.
Kukencangkan otot penisku dan gerakan tubuh Anispun semakin liar. Akupun
mengimbangi dengan genjotan penisku dari bawah. Ketika ia bergerak
naik, pantatku kuturunkan dan ketika ia menekan pantatnya ke bawah
akupun menyambutnya dengan mengangkat pantatku.
Kepalanya bergerak kesana kemari. Rambutnya yang hitam lebat
acak-acakan. sprei sudah terlepas dan tergulung di sudut ranjang. bantal
di atas ranjang semuanya sudah jatuh ke lantai. Keadaan diatas ranjang
seperti kapal yang pecah dihempas badai.
Ranjangpun ikut bergoyang mengikutu gerakan kami. Suaranya
berderak-derak seakan hendak patah. Akupun semakin mempercepat
genjotanku dari bawah agar iapun segera berlabuh di dermaga kenikmatan.
Semenit kemudian..
“Aaggkkhh.. Nikmat.. Ouhh.. Yeahh,” Anis memekik.
Punggungnya melengkung ke atas, mulutnya menggigit putingku. Kurasakan
aliran kenikmatan mendesak lubang penisku. Aku tidak tahan lagi. Ketika
pantatnya menekan ke bawah, kupeluk pinggangnya dan kuangkat pantatku.
“Ouhh.. An.. Nis. Aku tidak tahan lagi.. Aku sampaiihh!”
Ia memberontak dari pelukanku sampai peganganku pada pinggulnya
terlepas. pantatnya naik dan segera diturunkan lagi dengan cepat.
“Jokaw.. Ouhh Jokaw.. Aku juga..”.
Kakinya mengunci kakiku dan badannya mengejang kuat. dengan kaki saling
mengait aku menahan gerak tubuhnya yang mengejang. Giginya menggigit
lenganku sampai terasa sakit. Denyutan dari dinding vaginanya saling
berbalasan dengan denyutan dipenisku. Beberapa detik kemudian, kami
masih merasakan sisa-sisa kenikmatan. ketika sisa-sisa denyutan masih
terjadi badannya menggetar.
Ia berbaring diatas dadaku sampai akhirnya penisku mulai mengecil dan
terlepas dengan sendirinya dari vaginanya. Sebagian sperma mengalir
keluar dari vaginanya di atas perutku. Anis berguling ke samping setelah
menarik napas panjang.
“Luar biasa kamu Kaw. Suamiku tidak pernah menang dalam ronde pertama,
memang dalam berhubungan ia sering mengambil posisi di atas. tapi kami
sanggup membawaku terbang ke angkasa,” katanya sambil mengelus dadaku.
“Akupun rasanya hampir tidak sanggup menandingimu. Mungkin sebagian
besar laki-laki akan menyerah di atas ranjang kalau harus bermain
denganmu. Milikmu benar-benar sempit,” kataku balas memujinya.
Memang kalau tadi aku harus bermain diatas, rasanya tak sampai sepuluh
menit aku pasti sudah KO. Makanya, jangan cuma penetrasi terus main
genjot saja, teknik bro!
“Kamu orang Melayu pribumi, tapi kok bulunya banyak gini. Keturunan India atau mungkin Arab ya?”
“Nggak ah, asli Indonesia lho..”.
Ia masih terus memujiku beberapa kali lagi. Kuajak ia mandi bersama dan
setelah itu kami duduk di teras sambil minum soft drink dan melihat
laut. Aku hanya mengenakan celana pendek tanpa celana dalam dam kaus
tanpa lengan.
Ia mengenakan kemejaku, sementara bagian bawah tubuhnya hanya ditutup
dengan selimut yang dililitkan tanpa mengenakan pakaian dalam.
Ia duduk membelakangiku. Tubuhnya disandarkan di bahuku. Mulutku
sesekali mencium rambut dan belakang telinganya. Kadang mulutnya mencari
mulutku dan kusambut dengan ciuman ringan. Tangan kanannya melingkar di
kepalaku.
“Kamu nggak takut hamil melakukan hal ini denganku?”tanyaku.
“Aku dulu pernah kerja di apotik, jadi aku tahu pasti cara mengatasinya.
Aku selalu siap sedia, siapa tahu terjadi hal yang diinginkan seperti
sore ini. Aku sudah makan obat waktu masuk ke kamar mandi tadi.
Tenang saja, toh kalaupun hamil bukan kamu yang menanggung akibatnya.” katanya enteng.
Jadi ia selalu membawa obat anti hamil. Untung saja aku tadi tidak
berlaku konyol dengan memakai kondom. Mungkin saja sejak ditinggal
suaminya ia sudah beberapa kali bercinta dengan laki-laki.
Tapi apa urusanku, aku sendiri juga melakukannya. yang penting malam ini ia menjadi teman tidurku.
Matahari sudah jauh condong ke Barat, sehingga tidak terasa panas.
hampir sejam kami duduk menikmati sunset. Gairahku mulai timbul lagi.
Kubuka dua kancing teratas bajunya. Kurapatkan kejantananku yang sudah
mulai ingin bermain lagi ke pinggangnya. Kususupkan tanganku kebalik
bajunya dan kuremas dadanya.
“Hmmhh..,” ia bergumam.
“Masuk yuk, sudah mulai gelap. Anginnya juga mulai kencang dan dingin,” kataku.
Kamipun masuk ke dalam kamar sambil berpelukan. Sekilas kulihat tatapan
iri dan kagum dari tamu hotel di kamar yang berseberangan dengan
kamarku.
“I want more, honey!” kataku.
kami bersama-sama merapikan sprei dan bantal yang berhamburan akibat
pertempuran babak pertama tadi. Kubuka bajunya dan kutarik selimut yang
menutup bagian bawah tubuhnya. Kurebahkan Anis di ranjang. Kubuka kausku
dan aku berdiri di sisi ranjang di dekat kepalanya.
Anis mengerti maksudku. Didekatkan kepalanya ke tubuhku dan ditariknya
celana pendekku. Sebentar kemudian mulut dan lidahnya sudah beraksi
dengan lincahnya di selangkanganku. Aku mengusap-usap tubuhnya mulai
dari bahu, dada sampai ke pinggulnya. Peniskupun tak lama sudah menegang
dan keras, siap untuk kembali mendayung sampan.
Lima menit ia beraksi. Setelah itu kutarik kepalanya dan kuposisikan
kakinya menjuntai ke lantai. Kubuka mini bar dan kuambil beberapa potong
es batu di dalam gelas. Kujepit es batu tadi dengan bibirku dan aku
berjongkok di depan kakinya. Kurenggangkan kedua kakinya lalu dengan
jariku bibir vaginanya kubuka.
Bibirku segera menyorongkan es batu ke dalam vaginanya yang merah
merekah. Ia terkejut merasakan perlakuanku. Kaki dan badannya sedikit
meronta, namun kutahan dengan tanganku.
“Ouhh.. Jokaw.. Kamu.. Gila.. Gila.. Jangan.. Cukup Kaw!” ia berteriak.
Aku tidak menghiraukan teriakannya dan terus melanjutkan aksiku. Rupanya
sensasi dingin dari es batu di dalam vaginanya membuatnya sangat
terangsang. Kujilati air dari es batu yang mencair dan mulai bercampur
dengan lendir vaginanya.
“Jokaw.. Maniak kamu..,” ia masih terus memekik setiap kali potongan es
batu kutempelkan ke bagian dalam bibir vagina dan klitorisnya.
Kadang es batu kupegang dengan jariku menggantikan bibirku yang tetap
menjilati seluruh bagian vaginanya. Kakinya masih meronta, namun ia
sendiri mulai menikmati aksiku. Kulihat ke atas ia menggigit ujung
bantal dengan kuat untuk menahan perasaannya.
Akhirnya semua potongan es batu yang kuambil habis. Aku masih meneruskan
stimulasi dengan cara cunilingus ini. Meskipun untuk ronde kedua aku
yakin bisa bertahan lebih lama, namun untuk berjaga-jaga akan kuransang
dia sampai mendekati puncaknya. yang pasti aku tak mau kalah ketika
bermain dengannya.
Kurang lebih sepuluh menit aku melakukannya.
Ia terhentak dan mengejang sesaat ketika klitorisnya kugaruk dan
kemudian kujepit dengan jariku. Kulepas dan kujepit lagi. Ia
merengek-rengek agar aku menghentikan aksiku dan segera melakukan
penetrasi, namun aku masih ingin menikmati dan memberikan foreplay dalam
waktu yang agak lama. Beberapa saat aku masih dalam posisi itu. tangan
kanannya memegang kepalaku dan menekannya ke celah pahanya. Tangan
kirinya meremas-remas payudaranya sendiri.
Aku duduk di dadanya. Kini ia yang membrikan kenikmatan pada penisku
melalui lidah dan mulutnya. Dikulumnya penisku dalam-dalam dan diisapnya
lembut. Giginya juga ikut memberikan tekanan pada batang penisku.
Dilepaskannya penisku dan kini dijepitnya dengan kedua payudaranya
sambil diremas-remas dengan gundukan kedua dagingnya itu. Kugerakkan
pinggulku maju mundur sehingga peniskupun bergesekan dengan kulit kedua
payudaranya.
Kuubah posisiku dengan menindihnya berhadapan, kemudian mulutku bermain
disekitar payudaranya. Anis kelihatan tidak sabar lagi dan dengan sebuah
gerakan tangannya sudah memegang dan mengocok penisku dengan
menggesekannya pada bibir vaginanya. Tanganku mengusap gundukan
payudaranya dan meremas dengan pelan dan hati-hati.
Ia menggelinjang. Mulutku menyusuri leher dan bahunya kemudian bibirnya
yang sudah setengah terbuka segera menyambut bibirku. kami segera
berciuman dengan ganas sampai terengah-engah. Penisku yang sudah
mengeras mulai mencari sasarannya.
Kuremas pantatnya yang padat dan kuangkat pantatku.
“Jokaw.. Ayo.. Masukk.. Kan!”
Tangannya menggenggam penisku dan mengarahkan ke dalam guanya yang sudah
basah. Aku mengikuti saja. Kali ini ia yang mengambil inisiatif untuk
membuka lebar-lebar kedua kakinya. Dengan perlahan dan hati-hati kucoba
memasukan penisku kedalam liang vaginanya. Masih sulit juga untuk
menembus bibir vaginanya. tangannya kemudian membuka bibir vaginanya dan
dengan bantuan tanganku maka kuarahkan penisku ke vaginanya.
Begitu melewati bibir vaginanya, maka kurasakan lagi sebuah lorong yang
sempit. Perlahan-lahan dengan gerakan maju mundur dan memutar maka
beberapa saat kemudian penisku sudah menerobos kedalam liang vaginanya.
Aku bergerak naik turun dengan perlahan sambil menunggu agar pelumasan
pada vaginanya lebih banyak. Ketika kurasakan vaginanya sudah lebih
licin, maka kutingkatkan tempo gerakanku.
Anis masih bergerak pelan, bahkan cenderung diam dan menungguku untuk melanjutkan serangan berikutnya.
Kupercepat gerakanku dan Anis bergerak melawan arah gerakanku untuk
menghasilkan sensasi kenikmatan. Aku menurunkan irama permainan. Kini ia
yang bergerak liar. Tangannya memeluk leherku dan bibirnya melumat
bibirku dengan ganas. Aku memeluk punggungnya kemudian mengencangkan
penisku dan menggenjotnya lagi dengan cepat.
Kubisikkan untuk berganti posisi menjadi doggy style. Ia mendorong
tubuhku agar dapat berbaring tengkurap. Pantatnya dinaikkan sedikit dan
tangannya terjulur kebelakang menggenggam penisku dan segera
menyusupkannya kedalam vaginanya. Kugenjot lagi vaginanya dengan
menggerakkan pantatku maju mundur dan berputar. Kurebahkan badanku di
atasnya. kami berciuman dengan posisi sama-sama tengkurap, sementara
kemaluan kami masih terus bertaut dan melakukan aksi kegiatannya.
Aku menusuk vaginanya dengan gerakan cepat berulang kali. Iapun mendesah
sambil meremas sprei. Aku berdiri di atas lututku dan kutarik
pinggangnya. Kini ia berada dalam posisi nungging dengan pantat yang
disorongkan ke kemaluanku. Setelah hampir sepuluh menit permainan kami
yang kedua ini, Anis semakin keras berteriak dan sebentar-bentar
mengejang. Vaginanya terasa semakin lembab dan hangat. Kuhentikan
genjotanku dan kucabut penisku.
Anis berbalik terlentang dan sebentar kemudian aku naik ke atas tubuhnya
dan kembali menggenjot vaginanya. Kusedot putingnya dan kugigit
bahunya. Kutarik rambutnya sampai mendongak dan segera kujelajahi daerah
sekitar leher sampai telinganya. Ia semakin mendesah dan mengerang
dengan keras. Ketika ia mengerang cukup keras, maka segera kututup
bibirnya dengan bibirku. Ia menyambut bibirku dengan ciuman yang panas.
Lidahnya menyusup ke mulutku dan menggelitik langit-langit mulutku. Aku
menyedot lidahnya dengan satu sedotan kuat, melepaskannya dan kini
lidahku yang masuk ke dalam rongga mulutnya.
kami berguling sampai Anis berada di atasku. Anis menekankan pantatnya
dan peniskupun semakin dalam masuk ke lorong kenikmatannya.
“Ouhh.. Anis,” desahku setengah berteriak.
Anis bergerak naik turun dan memutar. Perlahan-lahan kugerakkan
pinggulku. Karena gerakan memutar dari pinggulnya, maka penisku seperti
disedot sebuah pusaran.
Anis mulai mempercepat gerakannya, dan kusambut dengan irama yang sama.
Kini ia yang menarik rambutku sampai kepalaku mendongak dan segera
mencium dan menjilati leherku. Hidungnya yang mancung khas Timur Tengah
kadang digesekkannya di leherku memberikan suatu sensasi tersendiri.
Anis bergerak sehingga kaki kami saling menjepit. kaki kirinya kujepit
dengan kakiku dan demikian juga kaki kiriku dijepit dengan kedua
kakinya. dalam posisi ini ditambah dengan gerakan pantatnya terasa
nikmat sekali.
Kepalanya direbahkan didadaku dan bibirnya mengecup putingku.
Kuangkat kepalanya, kucium dan kuremas buah dadanya yang menggantung.
Setelah kujilati dan kukecup lehernya kulepaskan tarikan pada rambutnya
dan kepalanya turun kembali kemudian bibirnya mencari-cari bibirku.
Kusambut mulutnya dengan satu ciuman yang dalam dan lama.
Anis kemudian mengatur gerakannya dengan irama lamban dan cepat
berselang-seling. Pantatnya diturunkan sampai menekan pahaku sehingga
penisku masuk terbenam dalam-dalam menyentuh rahimnya.
kakinya bergerak agar lepas dari jepitanku dan kini kedua kakiku dijepit
dengan kedua kakinya. Anis menegakkan tubuhnya sehingga ia dalam posisi
duduk setengah jongkok di atas selangkanganku. Ia kemudian menggerakan
pantatnya maju mundur sambil menekan kebawah sehingga penisku tertelan
dan bergerak ke arah perutku.
Rasanya seperti diurut dan dijepit sebuah benda yang lembut namun kuat.
Semakin lama semakin cepat ia menggerakkan pantatnya, namun tidak
menghentak-hentak. darah yang mengalir ke penisku kurasakan semakin
cepat dan mulai ada aliran yang merambat disekujur tubuhku.
“Ouhh.. Sshh.. Akhh!” Desisannyapun semakin sering. Aku tahu sekarang
bahwa iapun akan segera mengakhiri pertarungan ini dan menggapai puncak
kenikmatan.
“Tahan Nis, turunkan tempo.. Aku masih lama lagi ingin merasakan nikmatnya bercinta denganmu”.
Aku menggeserkan tubuhku ke atas sehingga kepalaku menggantung di bibir
ranjang. Ia segera mengecup dan menciumi leherku. Tak ketinggalan
hidungnya kembali ikut berperan menggesek kulit leherku. Aku sangat suka
sekali ketika hidungnya bersentuhan dengan kulit leherku.
“Jokaw.. Ouhh.. Aku tidak tahan lagi!” ia mendesah. Kugelengkan kepalaku memberi isyarat untuk bertahan sebentar lagi.
Aku bangkit dan duduk memangku Anis. Penisku kukeraskan dengan menahan
napas dan mengencangkan otot PC. Ia semakin cepat menggerakkan pantatnya
maju mundur sementara bibirnya ganas melumat bibirku dan tangannya
memeluk leherku. Tanganku memeluk pinggangnya dan membantu mempercepat
gerakan maju mundurnya. Dilepaskan tangannya dari leherku dan tubuhnya
direbahkan ke belakang. Kini aku yang harus bergerak aktif.
Kulipat kedua lututku dan kutahan tubuhnya di bawah pinggangnya.
Gerakanku kuatur dengan irama cepat namun penisku hanya setengahnya saja
yang masuk sampai beberapa hitungan dan kemudian sesekali kutusukkan
penisku sampai mentok.
Ia merintih-rintih, namun karena posisi tubuhnya ia tidak dapat bergerak
dengan bebas. Kini aku sepenuhnya yang mengendalikan permainan, ia
hanya dapat pasrah dan menikmati.
Kutarik tubuhnya dan kembali kurebahkan tubuhnya ke atas tubuhku,
matanya melotot dan bola matanya memutih. Giginya menggigit bahuku.
Kugulingkan tubuhku, kini aku berada diatasnya kembali.
Kuangkat kaki kanannya ke atas bahu kiriku. Kutarik badannya sehingga
selangkangannya dalam posisi menggantung merapat ke tubuhku. Kaki
kirinya kujepit di bawah ketiak kananku. Dengan posisi duduk melipat
lutut aku menggenjotnya dengan perlahan beberapa kali dan kemudian
kuhentakkan dengan keras.
Iapun berteriak dengan keras setiap aku menggenjotnya dengan keras dan
cepat. Kepalanya bergerak-gerak dan matanya seperti mau menangis.
Kukembalikan kakinya pada posisi semula.
Aku masih ingin memperpanjang permainan untuk satu posisi lagi.
kakiku keluar dari jepitannya dan ganti kujepit kedua kakinya dengan
kakiku. Vaginanya semakin terasa keras menjepit penisku. Aku bergerak
naik turun dengan perlahan untuk mengulur waktu. Anis kelihatan sudah
tidak sabar lagi. Matanya terpejam dengan mulut setengah terbuka yang
terus merintih dan mengerang. Gerakan naik turunku kupercepat dan
semakin lama semakin cepat.
Kini kurasakan desakan kuat yang akan segera menjebol keluar lewat
lubang penisku. Kukira sudah lebih dari setengah jam lamanya kami
bergumul. Akupun sudah puas dengan berbagai posisi dan variasi.
Keringatku sudah berbaur dengan keringatnya.
Kurapatkan tubuhku di atas tubuhnya, kulepaskan jepitan kakiku. Betisnya
kini menjepit pinggangku dengan kuat. Kubisikan, “OK baby, kini
saatnya..”.
Ia memekik kecil ketika pantatku menekan kuat ke bawah. Dinding
vaginanya berdenyut kuat menghisap penisku. Ia menyambut gerakan
pantatku dengan menaikan pinggulnya. Bibirnya menciumku dengan ciuman
ganas dan kemudian sebuah gigitan hinggap pada bahuku.
Satu aliran yang sangat kuat sudah sampai di ujung lubang penisku.
Kutahan tekanan penisku ke dalam vaginanya. Gelombang-gelombang
kenikmatan terwujud lewat denyutan dalam vaginanya bergantian dengan
denyutan pada penisku seakan-akan saling meremas dan balas mendesak.
Denyut demi denyutan, teriakan demi teriakan dan akhirnya kami
bersama-sama sampai ke puncak sesaat kemudian setelah mengeluarkan
teriakan keras dan panjang.
“Anis.. Ouhh.. Yeaahh!!”
“Ahhkk.. Lakukan Jokaw.. Sekarang!!”
Akhirnya aliran yang tertahan sejak tadipun memancar dengan deras di
dalam vaginanya. Kutekan penisku semakin dalam di vaginanya. Tubuhnya
mengejang dan pantatnya naik. Ia mempererat jepitan kakinya dan pelukan
tangannya. Kupeluk tubuhnya erat-erat dan tangannya menekan kepalaku di
atas dadanya. Ketika dinding vaginanya berdenyut, maka kubalas dengan
gerakan otot PC-ku. Iapun kembali mengejang dan bergetar setiap otot
PC-ku kugerakkan.
Napas dan kata-kata penuh kenikmatan terdengar putus-putus, dan dengan
sebuah tarikan napas panjang aku terkulai lemas di atas tubuhnya. kami
masih saling mengecup bibir dan keadaan kamarpun menjadi sunyi, tidak
ada suara yang terdebgar. hanya ada napas yang panjang tersengal-sengal
yang berangsur-angsur berubah menjadi teratur.
Lima belas menit kemudian kami berdua sudah bermain dengan busa sabun di
kamar mandi. Kami saling menyabuni dengan sesekali melakukan cumbuan
ringan. Setelah mandi barulah kami merasa lapar setelah dua ronde kami
lalui. Sambil makan Anis menelpon familinya, kalau malam ini ia tidak
pulang dengan alasan menginap di rumah temannya. Tentu saja ia tidak
bilang kalau temannya adalah seorang laki-laki bernama Jokaw.
Malam itu dan malam berikutnya tentu saja tidak kami lewatkan dengan
sia-sia. Mandi keringat, mandi kucing, mandi basah dan tentunya mandi
kenikmatan menjadi acara kami berdua.
Esoknya setelah mengecek ke agen Merpati ternyata aku masih mendapat
seat penerbangan ke kota propinsi, seat terakhir lagi. Ketika chek out
dari hotel kusisipkan selembar dua puluh ribuan ke tangan security
temanku. Ia tersenyum.
“Terima kasih Pak,” katanya sambil menyambut tasku dan membawakan ke mobil.
“Kapan kesini lagi, Pak? kalau Anis nggak ada, nanti akan saya carikan
Anis yang lainnya lagi,” bisiknya ketika sudah berangkat ke bandara.
Anis mengantarku sampai ke bandara dan sebelum turun dari mobil
kuberikan kecupan mesra di bibirnya. Sopir mobil hotel hanya tersenyum
melihat tingkah ka
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar